Petugas penyelamat mengevakuasi penduduk desa dari daerah banjir di Jalalpur Pirwala, di distrik Multan, Pakistan, Rabu, 10 September 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Banjir besar melanda Pakistan dan untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade menghantam jantung pertanian sekaligus pusat industri. Musibah ini menimbulkan kerugian miliaran dolar, mengganggu pasokan pangan, ekspor, dan pemulihan ekonomi yang masih rapuh.
Pemerintah sebelumnya optimistis terhadap prospek 2026, dengan target pertumbuhan 4,2 persen berkat rebound pertanian dan manufaktur setelah ekonomi distabilkan lewat pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 7 miliar dolar AS.
Namun, hujan monsun dengan intensitas rekor sejak akhir Juni, diperparah pelepasan air bendungan dari India, merendam sebagian besar Punjab dan Sindh, dua provinsi terpadat dan motor ekonomi negara itu. Hingga kini, air belum surut di banyak distrik.
Pejabat dan analis memperingatkan dampak banjir kali ini bisa lebih parah daripada 2022. Ketika sepertiga wilayah Pakistan terendam, karena hantaman ganda terhadap pertanian dan manufaktur.
Citra satelit menunjukkan skala bencana. Inisiatif pemantauan pertanian GEOGLAM mencatat sedikitnya 220 ribu hektare sawah terendam antara 1 Agustus hingga 16 September. Di Punjab, Badan Penanggulangan Bencana mencatat 1,8 juta acre lahan pertanian terendam.
“Sekitar 50 persen padi, 60 persen kapas, dan jagung rusak,” kata Ketua Asosiasi Petani Pakistan Khalid Bath, Selasa (23/9/2025).
Ia memperkirakan kerugian bisa melampaui 2,5 juta acre, senilai hingga satu triliun rupee atau sekitar 3,53 miliar dolar AS.
Mantan rektor Universitas Pertanian Faisalabad Iqrar Ahmad Khan menyebut bencana ini “tidak pernah terjadi dalam beberapa dekade.” Ia memperkirakan sepersepuluh hasil panen nasional musnah, dengan kerusakan sayuran mencapai 90 persen di sejumlah distrik.
sumber : Reuters