PBB Ungkap Peningkatan Bantuan di Gaza setelah Gencatan Senjata

4 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap pada Selasa, 11 Februari 2025 bahwa aliran bantuan ke Gaza meningkat secara signifikan sejak kesepakatan gencatan senjata berlaku pada 19 Januari lalu. Bantuan itu meliputi barang-barang seperti tenda yang sebelumnya menghadapi pembatasan Israel.

Pada Senin pekan ini, Hamas mengumumkan bahwa mereka akan meangguhkan membebaskan sandera Israel sampai pemberitahuan lebih lanjut atas apa yang disebut kelompok militan Palestina sebagai pelanggaran Israel terhadap perjanjian gencatan senjata, yang meningkatkan risiko memicu kembali konflik selama 15 bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Reuters, dugaan pelanggaran tersebut termasuk menghentikan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza sebagaimana ditetapkan dalam kesepakatan, seperti 60.000 rumah mobil dan 200.000 tenda serta mesin berat untuk menyingkirkan puing-puing dan bahan bakar.

Ketika ditanya tentang pengiriman bantuan saat ini ke Gaza, juru bicara kantor kemanusiaan PBB (OCHA) Jens Laerke angkat bicara dalam jumpa pers di Jenewa.

"Kami telah mampu meningkatkan operasi kemanusiaan secara signifikan dengan persediaan makanan, medis dan tempat tinggal serta bantuan lainnya selama periode gencatan senjata," kata Laerke.

Awal bulan ini, pejabat bantuan mengatakan ada hambatan untuk mengimpor beberapa barang seperti peralatan tempat tinggal yang menurut Israel berpotensi untuk "penggunaan ganda"--sipil atau militer. 

Warga Palestina telah meminta bantuan darurat miliaran dolar, termasuk untuk unit-unit rumah bagi orang-orang yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan udara dan pemboman Israel. 

Israel membantah tuduhan bahwa mereka telah menghentikan pasokan tertentu termasuk tiang tenda untuk memasuki Gaza dengan truk bantuan. 

COGAT, badan militer Israel yang mengawasi pengiriman bantuan ke Gaza, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke Reuters bahwa lebih dari 100.000 tenda telah memasuki Gaza tersebut sejak gencatan senjata mulai berlaku. 

Ketika ditanya apakah pembatasan "penggunaan ganda" yang diberlakukan oleh Israel masih berlaku, Laerke menyerahkannya kepada otoritas Israel. 

Edem Wosornu, direktur divisi Operasi dan Advokasi OCHA, mengatakan bahwa meskipun pasokan bantuan telah membaik sejak gencatan senjata, pasokan tersebut tidak memenuhi kebutuhan di lapangan. 

"Kami tidak akan pernah bisa memenuhi kebutuhan saat ini. Gaza benar-benar hancur, infrastruktur tidak berada di tempat yang seharusnya. Kami akan berusaha sebaik mungkin. Truk-truk itu hanyalah setetes air di lautan," ujarnya dalam pertemuan para diplomat yang bermarkas di Jenewa.

Kepala koordinasi di Dewan Internasional untuk Badan-Badan Sukarela memperingatkan pada pertemuan yang sama bahwa aliran bantuan dapat terancam jika semua pihak tidak mematuhi pakta gencatan senjata.

Sebelumnya, sekitar 634 truk pembawa bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina telah memasuki Jalur Gaza sejak Ahad di bawah kesepakatan gencatan senjata pada Senin, 20 Januari 2025.

"Sebanyak 310 truk bantuan tiba di Gaza utara, termasuk bahan bakar, pasokan medis, bahan makanan, sayuran, dan buah-buahan, sementara 324 truk lainnya tiba di Gaza selatan," kata seorang sumber dari Kementerian Dalam Negeri Gaza kepada Anadolu.

Di bawah kesepakatan tersebut, sekitar 600 truk bantuan akan diizinkan masuk ke Gaza setiap hari, dan perlintasan Rafah di perbatasan Gaza dengan Mesir akan dibuka kembali pada hari ketujuh perjanjian tersebut.

Kesepakatan tiga fase ini mencakup pertukaran tahanan, kedamaian yang berkelanjutan, serta upaya menuju gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Menurut otoritas kesehatan setempat, hampir 47.000 warga Palestina telah tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 110.700 lainnya terluka akibat perang genosida Israel di Gaza.

Perang ini juga menyebabkan lebih dari 11.000 orang hilang, dengan kehancuran luas dan krisis kemanusiaan yang telah merenggut nyawa banyak orang tua dan anak-anak, menjadikannya salah satu bencana kemanusiaan global terburuk yang pernah ada.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |