TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan teknologi akuakultur eFishery meraih pendapatan sebesar Rp 10,8 triliun sepanjang 2023. Selain itu, penyaluran kredit pembiayaan melalui program Kabayan, singkatan dari kasih, bayar, nanti, mencapai lebih dari Rp 653 miliar. ‘’Mandat kami adalah meningkatkan kehidupan pembudidaya melalui akuakultur, dan memperkuat peran teknologi dan akuakultur dalam meningkatkan ketahanan pangan,” kata Gibran Huzaifah, CEO & Co-founder eFishery lewat keterangan tertulis, Senin 21 Oktober 2024.
Menurutnya, eFishery bertujuan mendukung pembudidaya kecil dari awal perjalanan hingga panen dan mentransformasi akuakultur di Indonesia menjadi lebih baik. Sebagai pemimpin dalam teknologi akuakultur, eFishery, Gibran mengakui, keberlanjutan adalah hal yang esensial, tidak hanya untuk kesuksesan dan pertumbuhan bisnis melainkan juga untuk komitmen terhadap praktik korporasi yang bertanggung jawab.
Dedikasi terhadap pengelolaan lingkungan dan tanggung jawab sosial tetap kuat dan menjadi inti dari segala yang dilakukan. Keberlanjutan, menurutnya, menjadi bagian integral dari misi dan operasi eFishery. “Pencapaian ini terangkum dalam Laporan Keberlanjutan perdana bersamaan dengan Laporan Dampak edisi ketiga kami," ujar Gibran.
Laporan Keberlanjutan eFishery memberikan gambaran menyeluruh tentang kinerja perusahaan dari periode 1 Januari hingga 31 Desember 2023. Laporan itu merinci strategi keberlanjutan, indikator kinerja kunci, dan keselarasan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Perusahaan berkomitmen untuk selalu transparan dalam menjalankan operasi dan rantai pasok, serta mengajak semua pemangku kepentingan untuk terlibat dalam upaya akuntabilitas.
Disusun sesuai dengan standar global penyusunan laporan keberlanjutan perusahaan termasuk Global Reporting Initiative (GRI) dan International Financial Reporting Standards (IFRS), laporan itu mencakup 12 tujuan keberlanjutan jangka panjang. Di antaranya komitmen untuk membantu 100 ribu kelompok pembudidaya di 2030, US$ 100 juta untuk program pembiayaan pembudidaya di 2030, serta mengurangi risiko kelaparan bagi lebih dari 1 juta masyarakat di 2050.
Iklan
CEO Center of Center of Governance, Environmental, Social and Governance Studies (CEGSS), Universitas Airlangga, Iman Harymawan perusahaan harus memahami nilai dan tujuan mereka untuk merumuskan langkah yang berarti ke depan. “Ini bukan sekadar tentang menjadi pemenang terbesar di pasar melainkan tentang mengambil tanggung jawab dan menciptakan dampak positif dalam setiap tindakan yang diambil,” ujarnya. Sebagai unicorn yang berkembang pesat, eFishery menurutnya menunjukkan komitmen kuat terhadap inisiatif sosial terutama melalui program Kabayan.
Menurut Iman, inisiatif itu memberikan akses pendanaan penting bagi pembudidaya lokal, mendukung pertumbuhan akuakultur berkelanjutan dan mendorong inklusi ekonomi. Kinerja sosial dan lingkungan eFishery dinilainya sebagai contoh praktik terbaik dalam tanggung jawab perusahaan yang memberikan dampak nyata pada pertumbuhan ekonomi dan sosial lokal.
Kerangka keberlanjutan eFishery telah berkembang pesat melalui kolaborasi dengan mitra riset. Perjalanan dari laporan ini dimulai dengan early assessment berdasarkan empat standar, membandingkan dengan perusahaan global dan indeks ranking terkemuka seperti Bloomberg, Refinitiv, Corporate Knights, S&P, dan Sustainalytics. Penilaian Double Materiality Assessment dilakukan dengan dukungan Universitas Gadjah Mada. Penilaian ini mengidentifikasi topik kunci yang harus difokuskan oleh eFishery dan mengevaluasi dampak finansial dari isu keberlanjutan terhadap operasi serta efek aktivitas perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pilihan editor: OJK Cabut Izin Usaha Pinjol Investree karena Tak Penuhi Aturan Modal Minimum