Pengembalian Kerugian Negara Rp13,25 Triliun Perlu Dicatat sebagai Success Story

3 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Ari Wibowo, mengatakan, pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi fasilitas sebesar Rp.13,255 triliun, perlu dicatat sebagai success story dalam melakukan eksekusi pidana uang pengganti. 

“Apa yang dilakukan oleh kejaksaan dengan mengembalikan 13,25 triliun kepada negara perlu dicatat sebagai success story dalam melakukan eksekusi pidana uang pengganti,” kata Ari, Selasa (21/10/2025).

Hal ini disampaikan Ari Wibowo menanggapi  penyerahkan uang pengganti kerugian negara dalam tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya, sebesar Rp.13,255 triliun dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepad negara. Dalam kegiatan ini, Prabowo hadir bersama Menteri Keuangan Purbaya Sadewa, serta Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Mensesneg Prasetyohadi, dan sejumlah pejabat lainnya.

Dijelaskan Ari, pengembalian seberas Rp13,25 triliun ini merupakan hasil eksekusi pidana uang pengganti yang diputus oleh pengadilan. Adanya pidana tambahan berupa uang pengganti dalam Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimaksudkan untuk mengembalikan kerugian keuangan dan perekonomian negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi. 

“Selama ini, sekalipun uang pengganti yang diputus oleh pengadilan terlihat besar, namun sebenarnya tidak sebanding dengan kerugian keuangan dan perekonomian negara,” kata Ari Wibowo. 

Berdasarkan data dari ICM, misalnya di tahun 2022, kerugian keuangan dan perekonomian negara yang disebabkan tindak pidana korupsi sebesar Rp48,786 T namun jumlah uang pengganti yang diputus pengadilan hanya Rp3,821 T, artinya hanya sekitar 6% saja. Di tahun-tahun sebelumnya juga sama. Belum lagi masalah pada eksekusinya di mana kejaksaan seringkali sulit melakukan eksekusi karena harta terpidana sulit dilacak.

Sehingga kejaksaan yang bisa mengembalikan 13,25 triliun kepada negara perlu dicatat sebagai success story dalam melakukan eksekusi pidana uang pengganti. Keberhasilan pengembalian kerugian negara sebesar ini diharapkan dapat dilakukan juga terhadap kasus-kasus lainnya. 

Dengan adanya pengembalian kerugian keuangan dan perekonomian negara tersebut, menurut Ari Wibowo, penegakan tindak pidana korupsi tidak hanya berorientasi pada retributive justice atau keadilan berupa pembalasan kepada pelaku tindak pidana korupsi, tetapi juga menekankan pada rehabilitative justice dan restorative justice yaitu pemidanaan yang berorientasi pada pemulihan dan pengembalian terhadap kerugian yang dialami negara akibat tindak pidana korupsi.

Sebagai catatan, lanjut Ari, pengembalian yang dilakukan oleh kejaksaan seharusnya diikuti dengan transparansi penggunaannya oleh pemerintah. “Publik perlu tahu, pengembalian kerugian keuangan dan perekonomian negara tersebut digunakan untuk apa? Selama ini pemerintah belum pernah menjelaskan kepada publik,” papar dia.

UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menurut Ari, sebenarnya sudah memiliki semangat untuk itu. Tetapi masih ada kelemahan sehingga pengembalian kerugian keuangan dan perekonomian negara tidak berjalan efektif. 

Sebagai solusinya, menurut Ari, adalah adanya UU khusus yang mengatur perampasan aset. RUU Perampasan Aset sebenarnya sudah lama ada, namun sampai sekarang juga tidak kunjung ada kejelasan kapan akan dibahas dan disahkan menjadi UU. 

“Salah satu indikator komitmen pemerintah dan DPR terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, salah satunya dapat dilihat dari kemauan untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset,” tegas Ari Wibowo.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |