Penjual Tiket Konser Palsu Tewas Setelah Jadi Korban Pengeroyokan

5 hours ago 6
ilustrasi kasus pengeroyokanilustrasi kasus pengeroyokan

SURABAYA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mungkin tak terbayangkan bahwa emosi korban pemalsuan tiket konser bisa memuncak dan menghajar pelaku penipuan hingga tewas. Nasib tragis itulah yang dialami oleh seorang pemuda bernama RPAF (22), yang diduga menjual tiket konser palsu dan kemudian meregang nyawa setelah dianiaya sejumlah orang di Surabaya.

Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak bergerak cepat mengusut kasus yang sempat menggemparkan dunia hiburan tersebut. Polisi telah mengamankan empat pelaku pengeroyokan, masing-masing berinisial D (21), Z (18), FA (22), dan FS (22). Sementara satu pelaku lainnya berinisial H masih dalam pengejaran dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Inspektur Satu Suroto, menjelaskan bahwa peristiwa bermula dari kecurigaan terhadap tiket konser musik hardcore yang digelar di Pasar Tunjungan, Surabaya, pada Rabu (24/9/2025). Saat itu, D yang merupakan panitia acara menilai tiket milik korban berbeda dari tiket resmi yang beredar karena ukuran kabel ties yang digunakan tidak sama.

“Korban sempat membantah dan berusaha meyakinkan panitia bahwa tiketnya asli. Namun, adu mulut berujung pada pemukulan oleh D dan Z,” ujar Suroto dalam keterangan tertulis, Minggu (19/10/2025).

Pemukulan di lokasi konser sempat dilerai oleh panitia lain. Akan tetapi, emosi para pelaku belum juga mereda. Korban kemudian dibawa secara paksa ke kawasan Bozem Gadukan, Surabaya. Di tempat sepi itulah korban kembali diinterogasi dan dianiaya secara brutal oleh D, Z, FA, FS, dan H.

“Mereka menampar, menendang, serta memukul korban secara bergantian sambil menuntut pengembalian uang sebesar Rp500 ribu hasil penjualan tiket palsu,” lanjutnya.

Dalam kondisi terdesak, korban akhirnya mengaku bahwa tiket tersebut memang palsu. Namun, pengakuan itu justru membuat para pelaku semakin beringas. Korban dihajar hingga tak berdaya. Setelah melihat kondisi korban kritis, para pelaku membawa RPAF ke rumah salah satu tersangka, FS, untuk memberi pertolongan seadanya.

Ayah FS yang melihat kondisi korban langsung mendesak agar segera dibawa ke rumah sakit. Sayangnya, nyawa korban tak tertolong meski sempat mendapat perawatan di ruang instalasi gawat darurat (IGD).

Usai meninggalkan korban di rumah sakit, para pelaku berpura-pura hendak melapor ke polisi dan menghubungi keluarga korban. Namun, mereka tidak pernah kembali.

Polisi kemudian menelusuri kasus ini dengan memeriksa rekaman CCTV, mengumpulkan barang bukti, serta meminta keterangan sejumlah saksi. Dari hasil penyelidikan, Z menjadi tersangka pertama yang ditangkap. Penangkapan kemudian berlanjut terhadap D pada 2 Oktober 2025, FA pada 9 Oktober, dan FS pada 11 Oktober 2025.

Dari lokasi kejadian, polisi turut mengamankan barang bukti berupa pakaian korban yang berlumuran darah, pakaian milik para tersangka, serta uang tunai Rp500 ribu. Seluruh barang bukti kini diserahkan ke Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak untuk penyidikan lebih lanjut.

“Para tersangka kami jerat dengan Pasal 170 ayat (1) dan (2) ke-3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara,” tegas Suroto.

Polisi menegaskan, tindakan kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat dibenarkan, sekalipun dilatarbelakangi oleh rasa marah atau kekecewaan. “Kami berkomitmen menegakkan keadilan bagi korban dan keluarganya. Tidak ada alasan yang membenarkan tindak main hakim sendiri,” pungkasnya.  [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |