TEMPO.CO, Jakarta - Fasya (22 tahun) Warga Negara Malaysia, adalah salah satu penonton konser musik di konser musik Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 yang lolos dari pemerasan oleh polisi.
Konser musik itu digelar di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta Pusat, pada pertengahan Desember 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fasya mengatakan, peristiwa pemerasan itu dia alami pada hari kedua konser DWP, pada Sabtu, 14 Desember 2024. Perempuan itu mengaku baru pertama kali datang ke konser musik DWP 2024. Kepada Tempo, dia menceritakan kronologi polisi menghampiri dan mencoba memerasnya.
“Saya keluar melalui Gate 7, sekitar 30 menit sebelum acara berakhir, saya memesan mobil yang dipesan melalui aplikasi online, dan ketika mobil saya datang dan saya sudah berada di dalam, empat orang pria menghampiri saya dan pacar saya, membuka pintu mobil. Saya bertanya siapa anda? Pria pertama menunjukkan lencana polisi,” kata Fasya saat menceritakan awal mula pertistiwa dia dihampiri oleh oknum polisi di acara DWP, saat dihubungi Tempo melalui pesan WhatsApp pada Kamis, 9 Januari 2025.
Fasya mengatakan, salah seorang dari empat orang yang mengaku polisi itu menanyakan kepada Fasya juga teman laki-lakinya yang bersamanya mengenai dugaan narkoba yang dibawa.
“Mereka bertanya apakah kami menjual narkoba Jiexpo dan narkoba apa yang kami gunakan, dan saya menjawab tidak. Mereka bersikeras agar kami jujur, meskipun kami berulang kali menyangkal,” ucap dia.
Fasya bercerita, karena dia dan teman laki-lakinya terus menyangkal karena tidak membawa narkoba, keempat orang yang mengaku dari kepolisian itu langsung mengambil paspor, hingga bertanya tempat penginapannya selama berada di Jakarta.
“Mereka menyuruh kami keluar dari mobil, dan begitu kami keluar, mereka mendesak kami untuk segera membayar. Karena kami tidak punya banyak uang tunai, kami mencoba menggunakan QRIS untuk transfer uang,” jelas dia.
Ketika Fasya mencoba melakukan pembayaran, terdapat seorang polisi yang mengatakan agar segera melakukan pembayaran, sambil berdalih soal mengenai ketatnya Indonesia dalam hal narkoba.
“Mereka juga bersikeras agar kami ikut ke kantor polisi untuk tes urine. Keempat pria ini mengantar kami ke mobil mereka yang terletak 2 menit dari tempat mobil taksi kami berhenti,” tuturnya.
Karena sewaktu awal sudah melihat jika ada lencana polisi, Fasya mengaku percaya dan setuju untuk ikut ke kantor polisi. Dalam perjalanan menuju mobil yang akan ditumpangi Fasya bersama polisi, dia berujar akan menelepon teman-temannya yang masih beradai di dalam Jiexpo, untuk memberitahu jika dia dan teman laki-lakinya akan pergi ke kantor polisi.
“Namun, ada salah satu pria mulai mendorong tangan saya dari ponsel dan berulang kali mendesak kami untuk jujur dan mengatakan jika saya jujur akan mendapatkan ‘hukuman yang lebih ringan’ jika kami memiliki narkoba,” kata Fasya menjelaskan upaya oknum polisi yang terus memaksa dia dan teman laki-lakinya untuk mengaku jika memiliki narkoba.
Kecurigaan Fasya terhadap 4 polisi mulai muncul ketika melihat mobil yang digunakan bukan mobil polisi, melainkan mobil veloz hitam dengan jendala kaca film yang gelap.
“Diparkir di bawah pohon besar tanpa lampu jalan di dekatnya. Saya jadi curiga dan berhenti sambil berkata bahwa saya ingin mobil polisi datang menjemput kami atau saya akan menelepon kantor polisi terdekat,” jelasnya menceritakan bagaimana kecurigaan terhadap empat oknum polisi.
“Tidak apa-apa, kami dapat membantu anda,” begitu jawaban yang dijelaskan oleh Fasya saat dia mulai panik dan orang-orang disekitar lokasi mulai memperhatikan dia. Keempat oknum polisi pun terus memaksa agar Fasya masuk ke dalam mobil oknum tersebut.
Karena terus dipaksa masuk ke dalam mobil, Fasya mengaku semakin merasa panik dan tidak mengetahui untuk berbuat apa. “Saya bilang saya akan menelepon Ibu saya dan membagikan lokasi saya. Lalu keempat pria itu berlari ke arah saya dan saya takut dia akan mengambil ponsel saya. Saya mulai berteriak dan mengangis, saya gemetar tidak terkendali,” kata Fasya.
Teriakan dan tangisan Fasya rupanya menjadi perhatian orang-orang disekitar lokasi. Salah satu dari keempat oknum polisi ada yang langsung memarahi dia, dan ada yang mengembalikan paspor. “Kami segera meninggalkan tempat itu, saya tidak menangkap (mengambil gambar) nomor plat mobil atau mengambil foto wajah mereka,” jelas dia.
Akibat kejadian ini, Fasya mengaku tidak akan datang kembali ke event DWP 2025, serta tidak akan mengunjungi Indonesia selama 2 hingga 3 tahun. “Saya setiap tahun ke Indonesia bersama family. Namun karena DWP ini, saya tidak akan mengunjungi Indonesia mungkin saya baru berkunjung lagi setelah 2 atau 3 tahun lagi,” katanya.