TEMPO.CO, Jakarta - Anak-anak berhak didukung kemampuannya dalam teknologi digital namun juga harus dijaga dari jebakan adiksi yang bisa merusak berbagai aspek kehidupan. Kecanduan judi online biasanya dimulai dari rasa penasaran yang menjelma jadi kebiasaan. Aktivitas ini semakin sulit dihentikan karena maraknya iklan yang kian mendorong orang untuk terus mencobanya. Di antara rasa penasaran dan kebiasaan, ada tekanan sosial yang menjadi faktor lain orang mencoba judi ini.
Ilusi untuk mengubah gaya hidup seperti yang banyak terpampang di media sosial menjadikan judi online sebagai salah satu peraduan. Anak-anak dan remaja, yang memang belum memiliki otak bagian depan yang matang, menjadi kelompok yang paling rentan terjebak dalam pusaran candu judi daring.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan anak yang terpapar judi online naikt hingga 300 persen. Fenomena kecanduan judi daring tentu mengancam generasi emas Indonesia. Masa emas anak-anak dan remaja harus dilindungi dari aktivitas yang berisiko merusak.
Rumah merupakan tempat pertama yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi anak dan remaja. Judi online yang beberapa tahun ini menjadi candu baru harus diwaspadai dengan cermat olah para orang tua dengan menilik lagi pola asuh mereka. Sejak usia dini, anak-anak harus diajarkan untuk melewati sebuah proses alih-alih mendapatkan sesuatu secara instan.
Spesialis kesehatan jiwa Kristiana Siste mengungkapkan dua pola asuh orang tua yang memicu anak berisiko kecanduan lebih tinggi, yakni pola asuh otoriter dan permisif. Saat g tua menerapkan pola asuh otoriter, orang tua membuat aturan tanpa ada komunikasi dua arah. Hal ini membuat anak-anak mencari pelampiasan serta kesenangan di luar rumah.
Judi daring pun menjadi wahana untuk mendapatkan gratifikasi yang instan. Euforia yang didapatkan seperti unpredictable reward dan agresivitas yang ditimbulkan membuat anak-anak semakin betah.
Sementara pola asuh permisif juga memberi dampak rentan pada anak-anak. Ketika orang tua tidak memberikan batasan aturan dan memfasilitasi segala keinginan, anak pun bertindak semaunya. Orang tua yang permisif akan langsung mencari berbagai cara penyelesaian yang instan saat anak terjebak masalah. Kasus ini kerap terjadi, termasuk pada kasus pecandu judi daring sehingga semakin sulit berhenti.
Kristiana menjelaskan tindakan melunasi pinjaman saat anak terjebak judi online atau pinjaman online masih menjadi budaya sebagian orang tua di Indonesia. Sikap tersebut justru mencontohi anak untuk menyelesaikan sesuatu secara instan. Bahan, lebih buruk lagi anak-anak tidak akan kapok karena merasa ada keluarga yang pasti menolong.
Judi daring juga menjadi sarana pelarian remaja yang sedang frustrasi. Karena itu, kemampuan mekanisme koping harus diajarkan sejak dini. Mekanisme koping adalah strategi yang dilakukan untuk mengatasi stres sehingga ketika menghadapi masalah, anak mampu melewati prosesnya.
Pola asuh otoritatif harus diterapkan orang tua dalam melindungi anak-anak dari kecanduan judi daring. Pola asuh tersebut merupakan cara di mana orang tua memberikan pengasuhan yang mendukung dan responsif terhadap kebutuhan dan perkembangan anak namun tetap memberi batasan yang tegas. Misalnya, anak diberi gawai saat sudah berusia di atas 8 tahun dan diberikan batasan waktu jika bermain game.
Semua harus turun tangan
Peran orang tua diharapkan dapat mencegah anak-anak dan remaja tergoda untuk mencoba judi online sebab jika orang sudah kecanduan harus mendapat pertolongan profesional akibat otaknya sudah rusak. Dalam satu kasus yang ditangani Klinik Adiksi RSCM, seorang mahasiswa yang kecanduan judi online mengalami total kekalahan Rp 800 juta dari kemenangannya yang hanya Rp 15 juta.
Pelaku judi ini ternyata selalu mengingat kemenangannya meskipun menelan kekalahan jauh lebih banyak. Saat menang, mereka mengalami lonjakan dopamin, kondisi ketika otak melepaskan hormon dopamin dalam jumlah besar yang menimbulkan rasa senang berlebihan. Euforia itu menempel dalam memori pecandu sehingga saat kalah pun, memori “saya pernah menang” akan terus memicunya dalam perilaku impulsif untuk terus membalas kekalahannya.
Karena itu, pendekatan kolaborasi multidisiplin juga diperlukan untuk memberantas wabah judi daring. Berdasarkan data PPATK, perputaran uang judi online pada tahun 2024 sudah mencapai Rp 283 triliun. Transaksi pada 2024 semester pertama sudah melampaui jumlah transaksi tahun sebelumnya, bahkan satu tahun penuh pada 2022.
Peningkatan yang semakin masif terjadi karena masyarakat sudah bisa bertransaksi dengan angka yang semakin kecil. Jika dulu harus menyetor dengan angka jutaan rupiah sekarang bisa melakukan transaksi dengan Rp 10.000 saja. Belum lagi akses yang mudah dan iklan-iklan yang masif.
Dengan angka transaksi tersebut, sangat memungkinkan bagi kalangan remaja maupun anak-anak terjebak dalam judi daring. Setidaknya, persentase pemain judi online berusia 10-20 tahun mencapai 10,97 persen sedangkan pemain usia kurang dari 10 tahun tercatat 2,02 persen.
Pemblokiran situs judi online yang tengah digencarkan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan aparat hukum diharapkan bisa menekan angka-angka tersebut sehingga tercipta lingkungan digital yang lebih aman bagi masyarakat, terutama anak-anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan pelrindungan Anak (PPPA) berkoordinasi dengan Komdigi menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektornik (TKPAPSE). Upaya tersebut bertujuan agar dapat melindungi anak dari pengaruh game dan judi online.