TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada atau UGM, Rikardo Simarmata, mengatakan penyelesaian kasus pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, perlu difokuskan pada aspek hukum.
Rikardo menyebutkan pemahaman yang tepat mengenai aturan sangat penting agar kasus ini tidak ditarik ke ranah politik. “Jangan sampai kasus ini justru ditarik ke ranah politik. Mari kita sikapi dengan mematuhi regulasi yang ada, baik dari segi pertanahan, tata ruang, maupun perlindungan nelayan,” kata dia dalam keterangannya di Yogyakarta pada Ahad, 26 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dia menuturkan isu utama yang perlu ditelaah adalah legalitas pemasangan pagar laut tersebut, khususnya mengenai izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Jika pagar tersebut dipasang tanpa KKPRL, maka tindakan tersebut ilegal, dan sebaliknya apabila ada KKPRL maka hal itu sah secara hukum. “Yang menjadi perhatian adalah bagaimana izin tersebut diperoleh, apakah melalui prosedur yang benar dan apakah dampaknya terhadap akses nelayan telah diperhitungkan,” ujarnya.
Rikardo menuturkan kasus ini mencerminkan ketidaksinkronan antara regulasi pertanahan dan kelautan. Sebab, regulasi pertanahan memungkinkan pemberian hak atas tanah di perairan untuk kegiatan tertentu, seperti pembangunan pelabuhan atau fasilitas lainnya.
Namun regulasi di sektor kelautan belum secara tegas mengatur hal tersebut. “Regulasi di sektor kelautan belum secara jelas melarang atau mengizinkannya dan kemunculan pagar laut ini masih misterius untuk apa,” tuturnya.
Untuk penegakan hukum, Rikardo mengingatkan pentingnya menyimpan sebagian pagar laut sebagai barang bukti jika kasus tersebut dibawa ke ranah pidana.
Badan Pengkajian MPR: Kasus Pagar Laut Harus Dikaji Sesuai dengan UUD 1945
Adapun Anggota Badan Pengkajian MPR RI Al Muzzammil Yusuf mengatakan kasus pagar laut yang terjadi di Kabupaten Tangerang harus dikaji berdasarkan konteks pelaksanaan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945.
“Amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ucapnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Ahad.
Dia mengatakan pengkajian itu harus segera dilakukan oleh anggota Badan Pengkajian MPR yang terdiri dari perwakilan delapan fraksi di MPR serta kelompok anggota DPD.
Dengan melakukan kajian, kata dia, hal tersebut menegaskan komitmen MPR sebagai lembaga terdepan yang mengawal UUD 1945 untuk ikut aktif menjaga kedaulatan bumi pertiwi dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab. “Termasuk upaya memonopoli kekayaan alam negara untuk pihak tertentu di dalam negeri atau bahkan melibatkan kepentingan asing,” ujarnya.
Dia juga menilai upaya pengkajian ini senapas dengan perintah Presiden Prabowo Subianto yang telah memerintahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali untuk mencabut dan membatalkan surat yang menyatakan keabsahan pagar laut tersebut.
Dia pun mengapresiasi peran Komisi IV DPR yang telah turun langsung ke lokasi pagar laut dan memberikan perhatian yang besar pada masalah tersebut. “Kami juga sangat memuji peran aktif nelayan Tangerang, Banten, yang terdampak, sebagai pihak yang telah lebih dahulu aktif dan berani menyuarakan keresahan mereka bersama para aktivitas lingkungan hidup,” tuturnya.
Menurut dia, apabila Badan Pengkajian MPR juga ikut serta dalam masalah pagar laut ini, maka akan semakin menegaskan kekompakan seluruh komponen bangsa dan komitmen MPR sebagai lembaga negara yang paling berwenang mengawal amanat UUD 1945, khususnya terkait dengan Pasal 33 ayat (3).
Dia berharap Badan Pengkajian MPR segera turun tangan dalam masalah pagar laut ini dengan melakukan pendalaman kajian aspek konstitusi dengan mengundang berbagai pakar.
“Kita jadikan momen pagar laut ini sebagai momen kebersamaan menjaga kekayaan alam bangsa agar bisa memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia dan bukan untuk segelintir golongan, apalagi jika turut mendompleng kepentingan asing,” ujarnya.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Alasan Prabowo Kirim Anggrek ke Megawati: Doa dari Seorang Sahabat