Perjuangan Rakyat Pati Berujung Antiklimaks, Dua Koordinator Demo Ditetapkan Tersangka

8 hours ago 11
Ilustrasi

PATI, JOGLOSEMARNEWS.COM Perjuangan panjang warga Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya berujung antiklimaks. Setelah berbulan-bulan menggelar aksi dan menyuarakan ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah daerah, dua tokoh penggerak aksi kini justru dijerat hukum. Polisi resmi menetapkan dua koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), yakni Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto, sebagai tersangka dalam kasus blokade Jalan Pantura Pati–Juwana.

Keduanya ditangkap pada Jumat malam (31/10/2025), hanya beberapa jam setelah DPRD Pati menolak pemakzulan terhadap Bupati Sudewo dalam sidang paripurna yang dinanti-nantikan publik.

Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, membenarkan penetapan tersangka tersebut. Ia menegaskan, tindakan hukum diambil karena aksi yang dilakukan massa telah mengganggu jalur vital nasional.

“Pantura adalah jalur utama yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tindakan menghambat lalu lintas di situ, apalagi dalam situasi politik yang memanas, berpotensi menimbulkan dampak luas. Kami bertindak sesuai hukum,” ujarnya, Minggu (2/11/2025).

Aksi yang awalnya digelar untuk mengawal sidang paripurna DPRD Pati itu berujung pada konvoi besar-besaran. Rombongan massa bergerak dari Alun-Alun Pati menuju arah Rembang melalui jalur Pantura. Namun di Desa Widorokandang, Kecamatan Pati, mereka berhenti dan menutup jalan, menyebabkan kemacetan panjang.

Polisi menjerat keduanya dengan pasal berlapis. Di antaranya, Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang perusakan atau penghalangan jalan umum dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara, bahkan bisa meningkat menjadi 15 tahun bila menyebabkan bahaya besar atau kematian. Selain itu, mereka juga disangkakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 169 KUHP mengenai keikutsertaan dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan tindak pidana, serta Pasal 55 KUHP tentang perbuatan bersama-sama.

Kedua tersangka kini telah dibawa ke Mapolda Jawa Tengah untuk pemeriksaan lanjutan. Ketua Tim Advokasi AMPB, Nimerodin Gulo, menyayangkan langkah penegakan hukum tersebut.

“Mereka dibawa dengan pengawalan ketat, seperti menangkap teroris. Padahal keduanya hanya menyuarakan aspirasi rakyat,” ujarnya.

Aksi besar yang mengguncang Kabupaten Pati itu bermula dari gelombang kekecewaan masyarakat terhadap sejumlah kebijakan Bupati Sudewo. Di antaranya, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, penerapan sekolah lima hari, serta berbagai keputusan lain yang dianggap merugikan rakyat kecil.

Protes publik memuncak ketika Sudewo menyatakan tidak akan mencabut kebijakannya meski “didemo 50 ribu orang”. Pernyataan itulah yang memantik amarah warga dan melahirkan gerakan perlawanan besar di berbagai kecamatan.

Pada 13 Agustus 2025, ribuan massa dari berbagai desa tumpah ruah di depan Kantor Bupati Pati. Dukungan logistik mengalir deras, memenuhi trotoar di depan kantor pemerintahan dan DPRD. Tekanan publik akhirnya memaksa Sudewo mencabut dua kebijakan kontroversialnya, namun tuntutan agar ia mundur dari jabatan tetap menggema.

Situasi memanas kembali ketika massa menuntut pemakzulan melalui DPRD. Namun harapan itu kandas setelah rapat paripurna menolak hasil Pansus Hak Angket yang telah bekerja selama dua bulan lebih.

Kekecewaan massa pecah menjadi konvoi spontan yang berakhir dengan blokade jalan nasional. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa, menyebabkan puluhan warga luka-luka dan satu mobil polisi terbakar. Sejak insiden itu, aparat telah menahan sedikitnya empat orang yang dianggap terlibat dalam kericuhan.

Kini, dengan ditetapkannya dua koordinator aksi sebagai tersangka, semangat perlawanan warga Pati seakan mencapai titik senyap. Bagi banyak warga, penangkapan itu menjadi simbol berakhirnya babak panjang perjuangan rakyat melawan kekuasaan yang dianggap abai pada aspirasi mereka.

Namun sebagian lainnya yakin, api perlawanan belum padam sepenuhnya. “Kami hanya ingin suara rakyat tidak dibungkam,” kata seorang warga Desa Widorokandang lirih, menyaksikan jalan Pantura yang kini kembali lengang — tetapi meninggalkan jejak panjang perjuangan yang belum usai. [*]  Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |