TEMPO.CO, Jakarta - Ramai dibincangkan pada 2023 dan berakhir ditolak uji materinya oleh Mahkamah Konsitusi atau MK, kini usulan agar Surat Izin Mengemudi alias SIM seumur hidup muncul lagi. Berkaca pada putusan MK kala itu, usulan tersebut ditolak tersebab, selain karena aturan kompleks, juga berbuntut negatif.
Lantas apa dampak negatif andai SIM berlaku untuk seumur hidup?
Sebelumnya, usulan SIM seumur hidup kembali digaungkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding. Ia mengusulkan agar pembuatan SIM, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), hingga Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) masa berlakunya seumur hidup.
“Saya minta dalam forum ini agar dikaji ulang perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB cukup sekali,” kata Sudding saat rapat kerja Komisi III DPR RI bersama Kepala Korps Lalu Lintas atau Korlantas Polri Irjen Polisi Aan Suhanan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024, dikutip dari Antara.
Hal tersebut, kata Sudding, sebagaimana penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang berlaku seumur hidup. Menurut dia, penerbitan SIM, STNK, dan TNKB yang berlaku seumur hidup dapat meringankan beban masyarakat. Pasalnya, masyarakat acap menemui hambatan saat melakukan perpanjangan.
“Ini selembar SIM ukurannya tidak seberapa, STNK juga tidak seberapa, tetapi biayanya sangat luar biasa, kan begitu? Dan itu dibebankan kepada masyarakat,” ujarnya.
Di sisi lain, menanggapi usulan tersebut, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Aan Suhanan mengatakan MK sudah memutuskan bahwa SIM tidak bisa berlaku seumur hidup. Pihaknya pun menjelaskan mengapa SIM perlu diperpanjang masa aktifnya. Hal itu, kata dia, aca kaitannya dengan forensik kepolisian.
“Kalau kami lihat catatan-catatan yang disampaikan oleh MK salah satunya adalah kenapa SIM ini diperpanjang, itu kaitannya dengan masalah forensik kepolisian. Dalam lima tahun itu waktu yang mungkin ada perubahan identitas dan sebagainya,” kata Aan dalam rapat tersebut.
Demikian juga dengan STNK, menurut Aan, juga tidak bisa berlaku seumur hidup. Sebab, dalam proses perpanjangan STNK lima tahunan tersebut, selain untuk keperluan forensik terkait legalitas kepemilikan, kendaraan juga akan dicek kelaikannya.
“Jadi tiap 5 tahun kita cek fisik kendaraan tersebut apakah masih laik pengeremannya dan sebagainya. Jadi ini kami perlukan di samping untuk forensik kepolisian,” jelas Aan.
Alasan SIM berlaku seumur hidup
Diketahui, isu agar SIM berlaku seumur hidup sebenarnya pernah muncul pada 2018. Sempat redup, desus ini mencuat lagi pada 2023 setelah seorang advokat bernama Arifin Purwanto mengajukan gugatan terkait STNK dan TNKB. Kala itu Arifin menilai masa berlaku SIM tidak memiliki dasar hukum.
Berselang beberapa bulan, setelah melakukan berbagai kajian, MK akhirnya menolak uji materi terhadap Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) terkait masa berlaku SIM tersebut. MK berkesimpulan bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, sehingga ditolak untuk seluruhnya.
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK saat itu, Anwar Usman, dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Kamis, 14 September 2024. “Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.”
Menurut putusan MK, dalil pemohon yang meminta agar masa berlaku SIM disamakan dengan KTP elektronik (KTP-el) tidak dapat diterima karena dua dokumen ini beda fungsi. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan SIM merupakan dokumen yang mewajibkan pemohonnya memiliki kompetensi dalam mengemudi dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
“Selain itu, SIM berfungsi sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap pengemudi dan data pada registrasi pengemudi yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian,” jelas Enny.
Sementara itu, kata Enny, KTP-el berfungsi sebagai identitas kependudukan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemohon KTP-el juga tidak perlu memiliki kompetensi tertentu seperti SIM. Oleh karena perbedaan tersebut, masa berlaku KTP-el adalah seumur hidup karena dalam penggunaannya tidak memerlukan evaluasi terhadap kompetensi pemiliknya.
Lebih lanjut, mengenai masa perpanjangan SIM, MK menilai hal itu cukup beralasan. Sebab pemilik SIM perlu dievaluasi dan diawasi kondisi kesehatan jasmani dan rohani serta kompetensi atau keterampilan dalam hal mengemudi. MK juga berpandangan bahwa perpanjangan SIM setiap lima tahun sangat fungsional untuk memperbarui data pemegang SIM.
“Hal itu berguna untuk mendukung kepentingan aparat penegak hukum dalam melakukan penelusuran keberadaan pemegang SIM dan keluarga apabila terjadi kecelakaan, tindak pidana lalu lintas, atau tindak pidana pada umumnya,” papar Enny.
Dampak negatif SIM berlaku seumur hidup
Selain karena alasan forensik, pemberlakuan SIM seumur hidup juga berdampak negatif. Hal ini diungkapkan oleh Pakar Transportasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Dr. Ir. Dadang Supriyanto, M.T., yang menyebut perubahan masa berlaku SIM dari lima tahun menjadi seumur hidup berpotensi menurunkan pengawasan pada pengendara.
“Jika SIM berlaku seumur hidup dikhawatirkan berkurangnya faktor pengawasan, karena si pemilik sertifikasi atau SIM ini secara subjektif juga akan mengalami dinamisasi, misalkan, bertambahnya usia, faktor kesehatan, dan lain-lain,” ujar Prof. Dadang di Surabaya, Kamis, 3 Agustus 2023 lalu.
Pihaknya pun menjelaskan bahwa SIM merupakan sertifikasi dari pengemudi, sehingga melalui prosedur dan tahapan yang berlaku. Menurut dia, dengan SIM yang mempunyai batasan waktu mekanisme evaluasi, pengawasan dan edukasi bisa berkesinambungan, karena SIM mencakup masalah kompetensi dalam mengemudi.
“Seorang pengemudi itu harus dibekali kompetensi keahlian sesuai amanah UU No. 22 tahun 2004, karena seorang pengemudi membawa orang, penumpang atau barang, sehingga seorang pengemudi harus dibekali dengan uji kompetensi,” tuturnya.
Selain itu, sebelum diterbitkan sertifikasi atau SIM ada uji tes secara fisik, pengetahuan, tentang rambu dan aturan karena dalam fundamental angkutan jalan ada empat pilar, yaitu manusia, sarana, prasarana dan regulasi. Dengan adanya perpanjangan masa aktif SIM, dapat dievaluasi bagaimana kompetensi berkendara pengemudi saban lima tahunan.
“Seorang pengemudi kemampuannya harus dievaluasi, sehingga bisa diketahui kemampuannya naik atau turun. Indikasi kemampuan itu bisa dilihat dari persentase pelanggaran yang dilakukan, seperti melanggar batas kecepatan, marka, rambu-rambu yang dilakukan oleh pengemudi,” ucapnya.
Dosen Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya Bagus Oktafian Abrianto, S.H., M.H., juga sepakat jika SIM harus ada jangka waktu. Menurutnya, pengemudi yang mendapatkan SIM pada saat awal belum tentu sama keadaannya pada saat tahun-tahun berikutnya. Selain itu, adanya batasan tertentu dalam izin membuat pihak berwenang dapat mencabut SIM pengemudi melakukan pelanggaran.
“Karena sebagai salah satu aplikasi pengawasan, dan menjadi kewenangan Polri sesuai dengan pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Polri dan Undang-Undang Pelayanan Publik,” ujarnya.
Di sisi lain, menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemberlakuan SIM seumur hidup bakal berdampak negatif terhadap setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari lembaga Polri. Menurut perhitungan PNBP, skema penerimaan yang disetor Polri ke negara mencakup 60 persen dari biaya perpanjangan SIM. Sementara 40 persen sisanya berasal dari penerbitan SIM baru.
“Tahun 2022 yang realisasinya sekitar Rp 1,2 triliun perpanjangan itu 60 persennya. Jadi kalau misalkan itu (SIM seumur hidup) diberlakukan, maka pendapatan dari perpanjangan SIM bisa turun 60 persen. Kalau dari data tahun 2022 itu bisa hilang sekitar 60 persen atau sekitar Rp 650 miliar,” kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu saat itu, Wawan Sunarjo, kepada wartawan di Jatiluhur, Jawa Barat, Rabu, 12 Juli 2023.
Erwan Hartawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.