Sepak Terjang KontraS, Gerakan Masyarakat Sipil yang Gerebek Rapat Panja DPR

16 hours ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menjadi sorotan usai menggeruduk rapat panitia kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat pada Sabtu, 15 Maret 2025. Mereka mendesak masuk ke ruangan konsinyering panja dan menyampaikan penolakan atas penyusunan revisi UU TNI itu.

Setelah aksi yang hanya berlangsung sebentar itu, pengurus KontraS melaporkan kantor mereka mendapat sejumlah teror dari orang tidak dikenal. Bahkan, aktivis KontraS yang masuk ke ruang rapat itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya, oleh satpam Hotel Fairmont berinisial RYR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi yang dilakukan oleh para aktivis ini pun menyita perhatian masyarakat. Lantas, bagaimana sebenarnya sepak terjang dari KontraS sebagai gerakan masyarakat sipil? Simak rangkuman informasinya berikut ini.

Sepak Terjang KontraS

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS resmi berdiri pada 20 Maret 1998. Ini merupakan gugus tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil serta tokoh masyarakat.

Melansir dari laman resmi organisasi, KontraS berawal dari sebuah gugus tugas bernama KIP-HAM yang terbentuk pada 1996. Sebagai lembaga yang bekerja memantau isu hak asasi manusia (HAM), KIP-HAM menerima berbagai pengaduan dan masukan dari masyarakat, baik dari korban langsung maupun individu yang berani menyampaikan aspirasi terkait permasalahan HAM di daerahnya.

Pada awalnya KIP-HAM hanya menerima aduan melalui surat dan kontak telepon. Namun, seiring waktu, semakin banyak korban yang berani menyampaikan pengaduan secara langsung ke sekretariat.

Dalam beberapa pertemuan dengan para korban, muncul gagasan untuk mendirikan lembaga khusus yang menangani kasus penghilangan paksa dan kekerasan, sebagai respons terhadap maraknya praktik kekerasan yang terus terjadi dan menelan banyak korban. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi yang menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama KontraS.

Dalam perkembangannya, KontraS tidak hanya berfokus pada kasus penculikan dan penghilangan paksa, tetapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan lainnya. Hal ini mencakup kekerasan vertikal yang terjadi di Aceh, Papua, dan Timor Timur, serta konflik horizontal seperti di Maluku, Sambas, Sampit, dan Poso.

Seiring waktu, KontraS berkembang menjadi organisasi independen yang aktif mengungkap praktik kekerasan serta pelanggaran HAM akibat penyalahgunaan kekuasaan. Dalam upayanya memperjelas peran dan posisi organisasi, KontraS menegaskan kembali visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan HAM bersama dengan gerakan masyarakat sipil lainnya.

Lebih lanjut, seluruh potensi dan sumber daya yang dimiliki KontraS diarahkan untuk mendorong sistem dan kehidupan bernegara yang berbasis pada prinsip sipil, serta menjauhkan pendekatan kekerasan dalam politik dan pemerintahan.

Dalam beberapa waktu waktu terakhir, KontraS menyoroti sejumlah isu di Tanah Air. Mulai dari banyaknya pejabat militer di kabinet Presiden Prabowo, pemangkasan anggaran, kekerasan yang dilakukan oleh polisi, penghentian penyelidikan kematian Afif Maulana, hingga yang terbaru adalah penolakan terhadap rancangan UU TNI baru yang dianggap bisa menghidupkan lagi fungsi politik tentara seperti era orde baru.

Penolakan terhadap RUU TNI itu membuat KontraS mengambil sikap untuk menginterupsi rapat panja DPR yang membahas revisi kebijakan tersebut secara tertutup di sebuah hotel mewah di kawasan Jakarta Pusat. 

Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menyebut keputusan untuk menginterupsi rapat panja diambil setelah lembaganya menerima dokumen pertemuan itu dua hari sebelum aksi. “Kami melihat undangan itu pada kamis malam. Kami melihat ada langkah yang terburu-buru oleh DPR,” kata dia melalui pesan suara kepada Tempo pada Ahad, 16 Maret 2025.

Dimas mengatakan bahwa KontraS sudah beberapa kali melakukan korespondensi dan menyampaikan surat terbuka ke DPR soal usul penundaan revisi UU TNI. Salah satunya adalah surat yang dikirim ke Kesekretariatan DPR dan komisi bidang pertahanan pada 4 Maret 2025. Namun tidak ada balasan dari upaya komunikasi tersebut.

“Dari proses yang kami lakukan. Semaksimal mungkin dengan koridor yang ada tapi tidak dapat respons yang cukup baik kami memutuskan interupsi konsinyering panja yang di fairmont,” kata Koordinator KontraS itu. “Itu sebuah statement keras yang diutarakan untuk meninjau lagi RUU TNI ini.”

Nandito Putra, Vedro Imanuel Girsang, Daniel Ahmad Fajri ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |