TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada Ahad telah memerintahkan militer Israel untuk “merebut” zona penyangga demiliterisasi atau buffer zone di perbatasan dengan Suriah.
Seperti dilansir Channel NewsAsia pada Senin 9 Desember 2024, perintah ini setelah penggulingan Bashar al Assad dari Damaskus.
Netanyahu mengatakan “perjanjian pelepasan” yang telah berusia 50 tahun antara kedua negara telah gagal dan “pasukan Suriah telah meninggalkan posisi mereka”.
"Saya mengarahkan IDF (militer) kemarin untuk merebut zona penyangga (buffer zone) dan posisi komando di dekatnya. Kami tidak akan membiarkan kekuatan musuh membangun dirinya di perbatasan kami."
Pengumuman tersebut, yang disampaikan Netanyahu saat mengunjungi Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dan berbatasan dengan zona penyangga, muncul setelah militer Israel mengatakan telah mengerahkan pasukan ke daerah tersebut.
Israel telah mengatakan sehari sebelumnya, ketika pemberontak yang dipimpin kubu Islamis dengan cepat bergerak melintasi Suriah. Israel melaporkan tentaranya memasuki zona penyangga yang dipatroli PBB dengan klaim untuk membantu pasukan penjaga perdamaian dalam menangkis serangan.
Pada Ahad, tentara Israel mengumumkan pengerahan pasukan di sana, dengan alasan “kemungkinan masuknya individu bersenjata ke zona penyangga”.
“Menyusul kejadian baru-baru ini di Suriah… IDF (militer) telah mengerahkan pasukan di zona penyangga dan di beberapa tempat lain yang diperlukan untuk pertahanannya, untuk menjamin keselamatan masyarakat di Dataran Tinggi Golan dan warga Israel,” kata sebuah pernyataan militer.
Pasukan Israel “akan terus beroperasi selama diperlukan untuk mempertahankan zona penyangga dan membela Israel”, tambahnya.
Pernyataan itu juga menekankan bahwa militer Israel “tidak mencampuri urusan internal di Suriah”.
Militer Israel juga mengatakan pada Ahad bahwa mereka memberlakukan jam malam bagi penduduk lima kota di Suriah di zona penyangga demiliterisasi Dataran Tinggi Golan.
“Demi keamanan Anda, Anda harus tinggal di rumah dan tidak keluar sampai pemberitahuan lebih lanjut,” kata Letnan Kolonel Avichay Adraee, juru bicara militer Israel, pada X.
Sejak koalisi pemberontak, yang dipimpin oleh kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham, memulai serangan baru pada 27 November, pasukan pemerintah Suriah telah meninggalkan posisinya di dekat Golan yang dikuasai Israel, menurut pemantau perang.
Rami Abdel Rahman, kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan pada Sabtu bahwa pasukan tentara Suriah telah mundur dari posisinya di Provinsi Quneitra, yang mencakup bagian dari Dataran Tinggi Golan.
Sebagian besar dataran tinggi tersebut telah diduduki sejak 1967 oleh Israel, yang kemudian mencaploknya dalam sebuah tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.
Pada 1974, zona penyangga dibentuk, memisahkan wilayah yang dikuasai Israel dan wilayah Suriah, dan sejak itu pasukan penjaga perdamaian PBB ditempatkan di sana.
Seorang juru bicara Penjaga Perdamaian PBB mengatakan pada Sabtu bahwa personel UNDOF telah mengamati “orang-orang bersenjata tak dikenal di wilayah pemisahan, termasuk sekitar 20 orang yang masuk ke salah satu posisi misi di bagian utara wilayah pemisahan”.
Tentara Israel mengatakan pihaknya "membantu pasukan PBB dalam menangkis serangan itu".
Juru bicara PBB mengatakan bahwa “para penjaga perdamaian terus melaksanakan aktivitas yang diamanatkan di Golan”.
Pada Ahad, media Lebanon melaporkan serangan Israel di Quneitra yang menargetkan gudang senjata. Militer Israel menolak berkomentar.