Polda NTT Temukan Bukti Fotokopi SIM Kapolres Ngada Pesan Hotel untuk Cabuli Anak 6 Tahun

4 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Tim penyidik dari Direktorat Reskrimum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur atau Polda NTT mengungkapkan hasil penyelidikan dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS).

Dalam proses penyelidikan itu, Direktur Reskrimum Polda NTT Kombes Patar Silalahi menyatakan polisi menemukan bukti fotokopi Surat Izin Mengemudi (SIM) milik Kapolres Ngada nonaktif tersebut di sebuah hotel yang diduga digunakan perwira polisi itu untuk mencabuli anak di bawah umur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jadi tidak terbantahkan lagi, adanya fotokopi SIM di resepsionis salah satu hotel tersebut, atas nama FWSL," ucap Patar Silalahi dalam jumpa pers di Polda NTT, Selasa sore, 11 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara.

Patar juga mengatakan bahwa korban dugaan pencabulan anak yang dilakukan oleh AKBP Fajar hanya satu orang. "Korban hanya satu orang, berusia enam tahun," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa korban yang merupakan anak di bawah umur tersebut dipesan oleh Fajar melalui seorang wanita berinisial F. Dia menyanggupi permintaan Kapolres Ngada non-aktif tersebut dan mendapat korban, seorang anak perempuan berusia enam tahun.

Setelah itu, F langsung membawa korban ke hotel yang sebelumnya sudah dipesan Fajar. Di hotel itu, Polda NTT menemukan SIM milik AKBP Fajar.

Sebelumnya, Plt Kadis PPA Kota Kupang Imel Manafe menyebutkan bahwa ada tiga anak di bawah umur yang menjadi korban dugaan pencabulan Kapolres Ngada tersebut. Tiga anak itu berusia 14 tahun, 12 tahun dan tiga tahun.

Kronologi Terungkapnya Kasus Pencabulan oleh AKBP Fajar

Kasus pencabulan anak di bawah umur oleh Kapolres Ngada ini pertama kali mencuat pada pertengahan tahun 2024. Pada saat itu, pihak berwenang Australia menemukan dugaan pelecehan seksual anak-anak di wilayah Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Pelaku pelecehan seksual itu mengunggah video pencabulan tersebut di situs porno Australia.

Pihak berwenang Australia kemudian menghubungi Mabes Polri atas temuan tersebut. Polri yang mendapatkan laporan itu lalu melakukan penyelidikan. Pada 20 Februari 2025, Polri menangkap Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma atas dugaan pelecehan terhadap tiga anak di bawah umur. 

Pada 4 Maret lalu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Henry Novika Chandra membenarkan bahwa AKBP Fajar sedang menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Selain dugaan pelecehan anak di bawah umur, Kapolres Ngada non-aktif itu juga diperiksa Divisi Propam Polri dalam dugaan penyalahgunaan narkotika. 

Dugaan pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar dinilai kejahatan yang luar biasa. Selain melakukan serangan seksual, ia juga menjual video pencabulan anak itu ke situs porno di Australia pada tahun 2024.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai tindakan Kapolres Ngada ini sebagai bentuk baru tindak pidana perdagangan orang (TPPO). "Ini jelas perbuatan pidana yang sangat serius apalagi eksploitasi dan membuat konten untuk menghasilkan uang, dan ini artinya salah satu bentuk baru atau lain tindakan pidana perdagangan orang," kata Ai Maryati Solihah dilansir dari Antara, Senin, 10 Maret 2025.

Menurutnya, TPPO tidak hanya terbatas pada praktik jual beli manusia, tetapi juga mencakup tindakan seperti yang dilakukan oleh Kapolres Ngada, yakni dengan mendistribusikan konten eksploitasi anak untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mendesak kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Kapolres Ngada AKBP Fajar diusut tuntas dan pelaku dihukum maksimal. "Harus dihukum maksimal. Apalagi, dia sebagai Kapolres seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, benar-benar perbuatan biadab," kata Selly di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025, seperti dikutip Antara.

Antara, Alif Ilham Fajriadi, Intan Setiawanty berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |