JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Aturan pembayaran royalti musik kembali menuai sorotan. Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Marcell Siahaan, menegaskan para pencipta lagu tidak bisa menagih royalti secara langsung kepada pengguna musik, melainkan harus melalui mekanisme lembaga resmi.
Menurut Marcell, hal itu merupakan amanat Undang-Undang Hak Cipta yang menegaskan bahwa pemungutan hanya dapat dilakukan lewat lembaga manajemen kolektif (LMK) yang sudah memiliki izin operasional.
“Sistem lisensi menyeluruh atau blanket license dibuat untuk menghindari pungutan liar. Semua harus terstruktur dan diawasi,” ujarnya di Senayan, Kamis (21/8/2025).
Ia menjelaskan, LMKN berperan sebagai regulator yang memantau kinerja LMK melalui audit dan evaluasi, lalu memberi rekomendasi apakah suatu LMK layak beroperasi atau tidak. Dengan sistem ini, kata Marcell, pencipta lagu tidak diberi ruang untuk bergerak sendiri, agar pemungutan royalti tidak semrawut.
Namun, kebijakan tersebut tak lepas dari kritik. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Mufti Mubarok, menilai sistem yang dijalankan LMKN harus lebih transparan dan akuntabel. Menurutnya, perlindungan hak pencipta lagu memang wajib, tetapi jangan sampai membebani konsumen maupun pelaku usaha.
“Royalti itu hak ekonomi pencipta lagu. Tetapi regulasinya harus jelas, sederhana, dan adil, terutama bagi pelaku usaha kecil yang menggunakan musik dalam aktivitasnya,” kata Mufti, Rabu (13/8/2025).
BPKN bahkan merinci sejumlah rekomendasi, mulai dari keterbukaan informasi soal tarif dan dasar perhitungannya, optimalisasi distribusi digital agar royalti diterima pencipta tanpa potongan merugikan, hingga sosialisasi masif kepada publik dan sektor usaha.
Aturan baru LMKN yang diberlakukan lebih ketat sejak pertengahan tahun ini mulai berdampak di lapangan. Sektor kafe, restoran, hotel, transportasi, hingga penyelenggara acara mengaku terbebani biaya tambahan. Di sisi lain, para pencipta lagu masih berharap distribusi royalti benar-benar sampai ke tangan mereka secara penuh dan tepat waktu.
Polemik ini memperlihatkan tantangan besar dalam menyeimbangkan kepentingan pencipta lagu, pelaku usaha, dan konsumen. LMKN bersikukuh pada regulasi agar tak terjadi pungutan liar, sementara BPKN menuntut transparansi agar sistem tak berubah menjadi beban baru bagi dunia usaha. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.