PPN 12 Persen hingga UMP 6,5 Persen, Pabrikan Otomotif Dihantui Kebangkrutan

1 month ago 30

GOOTO.COM, Jakarta - Menjelang tahun 2025, Pemerintah Indonesia telah mewacanakan sejumlah kebijakan yang dinilai akan berdampak pada industri otomotif di Tanah Air. Sebut saja soal rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hingga yang terbaru, Presiden Prabowo memutuskan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi 6,5 persen di tahun depan.

Iklan

Industri otomotif menjadi salah satu yang akan terpukul dengan semua kebijakan tersebut jika sudah diterapkan, demikian yang diucapkan pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu. Dia menilai, kombinasi kebijakan PPN 12 persen dan UMP 6,5 persen akan semakin menambah beban biaya produksi yang pada akhirnya semakin memperdalam penurunan daya beli konsumen, serta semakin memperlesu pasar otomotif Tanah Air.

"Dengan biaya produksi yang semakin meningkat akibat semakin tidak efisiennya industri, penurunan daya saing akibat kenaikkan biaya produksi ini dapat memperburuk kinerja ekspor, lalu memperburuk kondisi keuangan mereka," kata Yannes saat dihubungi Gooto pada hari ini, Rabu, 4 Desember 2024.

"Ini akan memicu domino effect melalui serangkaian dampak negatif yang saling terkait, mulai dari peningkatan biaya per unit produksi, berlanjut ke penurunan produksi yang sering kali diikuti dengan pengurangan tenaga kerja sebagai upaya perusahaan untuk menekan biaya operasional. Lalu berlanjut ke potensi PHK massal, dan kondisi keuangan yang memburuk dapat membuat produsen otomotif menunda atau membatalkan rencana investasi, termasuk pengembangan model baru atau peningkatan fasilitas produksi," ucap Yannes melanjutkan.

Selain menghambat inovasi dan kemampuan bersaing di pasar global, efek domino yang ditimbulkan dari kedua kebijakan itu juga bisa menyebabkan arus kas negatif bagi perusahaan. Potensi utang pun akan semakin meningkat untuk menutup semua biaya yang dikeluarkan.

"Pada akhirnya mengarah pada kebangkrutan jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya. Potensi kebangkrutan yang semakin di depan mata pada gilirannya dapat mengganggu produsen dan rantai pasok secara keseluruhan," ujar Yannes.

Mengingat industri otomotif merupakan salah satu kontributor signifikan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) dan lapangan pekerjaan, penurunan dalam industri ini selanjutnya dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, pendapatan pajak pemerintah, dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Tidak sampai situ, industri otomotif ini erat kaitannya dengan sektor perbankan dan asuransi, terutama melalui pembiayaan kendaraan dan kredit modal kerja bagi produsen serta pemasok komponen. Rentetan penurunan imbas kebijakan PPN 12 persen dan UMP 6,5 persen akan memperburuk sektor keuangan dan industri komponen di Indonesia.

"Produksinya semakin turun dan juga memaksa mereka merampingkan usahanya melalui pengurangan tenaga kerja, ada potensi kredit macet yang meluas di banyak industri komponen," kata Yannes.

Kemudian, penurunan produksi indudstri otomotif dan seluruh rantai pasoknya turut berpotensi menurunkan konsumsi listrik dari PLN, yang disebut Yannes saat ini produksi listrik PLN masih berlebih. Hal tersebut berpotensi semakin membebani biaya operasional PLN.

Pada akhirnya, Yannes menuturkan bahwa industri otomotif berkontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak pemerintah melalui pajak penjualan, bea masuk, hingga PPN dan PPH. Hal tersebut dapat memengaruhi anggaran pemerintah dan kapasitas untuk membiayai program pembangunan nasional.

"Gelombang PHK massal semakin merebak dan berpotensi menimbulkan masalah sosial seperti peningkatan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, serta semakin berpotensi menekan stabilitas sosial di Indonesia," ucap Yannes.

PPN 12 Persen dan UMP 6,5 Persen 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun tahun 2021.

"Artinya, ketika kami membuat kebijakan mengenai perpajakan, termasuk PPN ini, bukannya dilakukan dengan membabi buta dan seolah tidak punya afirmasi atau perhatian terhadap sektor lain, seperti kesehatan dan bahkan waktu itu termasuk makanan pokok," kata Sri Mulyani.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, Pasal 7 Ayat 1 disebutkan bahwa PPN dinaikkan secara bertahap, yakni 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2025.

Namun, untuk PPN 12 persen ini menurut Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan, pemberlakuannya akan diundur. Itu merupakan permintaan dari Presiden Prabowo Subianto, yang dikatakan enggan menambah beban masyarakat.

Sementara itu, untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) 6,5 persen ini diumumkan Prabowo bulan lalu. Keputusan ini disampaikan usai rapat terbatas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, dan Menteri Tenaga Kerja Yassierli di Kantor Presiden, Jumat, 29 November 2024.

Prabowo mengatakan bahwa upah minimum menjadi jaringan pengaman sosial yang penting bagi pekerja. Terlebih, bagi buruh yang masa kerjanya di bawah 12 bulan.

"Untuk itu penetapan upah minimum bertujuan untuk meningkatkan daya beli pekerja dengan tetap memperhatikan daya saing usaha," ucap Prabowo.

Pilihan Editor: Pertamina Pastikan BBM Pertamax Tidak Merusak Mesin Kendaraan

Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram pilih grup GoOto

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |