JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak rakyat yang dilindungi undang-undang. Karena itu, ia mengingatkan aparat agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap peserta aksi.
Namun, Prabowo juga mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi harus dijalankan dengan damai dan sesuai koridor hukum. “Tidak boleh ada kriminalisasi terhadap demonstran, tapi harus damai, tertib, dan sesuai aturan. Aparat nanti akan memilah,” ujar Prabowo dalam pernyataan di Hambalang, Minggu (7/9/2025).
Ia mencontohkan, unjuk rasa hanya diperbolehkan hingga pukul 18.00 dan dilarang menggunakan benda berbahaya seperti petasan yang berpotensi memicu kerusuhan. Menurutnya, kebebasan tanpa batas justru bisa menimbulkan masalah baru.
Pernyataan Prabowo disampaikan di tengah maraknya laporan penangkapan demonstran oleh kepolisian di berbagai daerah. Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya 3.095 orang ditangkap sepanjang gelombang aksi awal September. Jakarta mencatat jumlah tertinggi, mencapai 1.438 orang, disusul Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai banyaknya penangkapan tersebut menunjukkan belum adanya perubahan serius dalam pola penanganan unjuk rasa oleh aparat. “Tindakan represif bisa melukai demokrasi dan hak warga untuk bersuara,” ujarnya.
Usman juga menyoroti langkah lain aparat negara yang dinilai mengancam kebebasan berekspresi. Salah satunya, kunjungan jajaran Satuan Siber TNI ke Polda Metro Jaya pada Senin (8/9/2025) untuk berkonsultasi terkait dugaan pelanggaran siber oleh konten kreator Ferry Irwandi.
Menurut Usman, tindakan TNI tersebut berada di luar kewenangannya. Ia menegaskan bahwa tupoksi TNI adalah urusan pertahanan negara, bukan hukum pidana sipil. “Ancaman siber bagi TNI itu semestinya menyangkut pertahanan nasional, bukan kritik warga negara di media sosial,” katanya.
Dalam pernyataannya, Usman menyampaikan tiga desakan. Pertama, meminta Menteri Pertahanan dan Panglima TNI mengoreksi langkah Satuan Siber. Kedua, mendesak Komisi I DPR memanggil Panglima TNI untuk klarifikasi. Ketiga, mengimbau Polda Metro Jaya tidak melanjutkan laporan TNI agar Polri tidak berada di bawah tekanan militer.
Polisi sendiri membenarkan adanya konsultasi TNI terkait dugaan pencemaran nama baik. Namun, Polda Metro menegaskan bahwa institusi tidak dapat melaporkan kasus pencemaran, melainkan harus dilakukan oleh individu. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.