DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyambut baik gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza. Menurut Anggota Komisi I DPR Marwan Jafar, gencatan senjata Gaza yang dicapai pada Rabu, 15 Januari 2025, itu harus menjadi momentum mewujudkan Palestina menjadi negara merdeka.
Marwan menilai sejatinya konflik di Gaza bukanlah peperangan, melainkan genosida yang dilakukan Israel dengan mengebom bangunan-bangunan, mulai dari sekolah hingga rumah penduduk.
“Bahkan, rumah sakit dan tempat pengungsian juga dibom, sehingga banyak orang yang meninggal. Ini betul-betul brutal. Ini adalah genosida terbesar sepanjang sejarah manusia,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Jumat, 17 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menuturkan genosida yang dilakukan Israel sejak Oktober 2023 tersebut juga telah menelan puluhan ribu nyawa dan menyebabkan ratusan ribu warga menderita luka-luka.
Dia mengatakan momen ini harus menjadi momentum mewujudkan Palestina merdeka. Menurut dia, Israel harus keluar secara total dari wilayah Palestina sehingga tidak ada lagi penjajahan. Dia juga berharap perjanjian itu dipatuhi Hamas dan Israel. Tidak boleh ada lagi baku tembak, pengeboman, dan serangan lainnya.
“Israel tidak boleh mengingkari perjanjian. Selama ini, Israel sering melanggar kesepakatan, sehingga gencatan senjata batal dan pertempuran terjadi lagi,” ujarnya.
Marwan juga menilai adanya perjanjian gencatan senjata harus mempermudah pembebasan sandera dan membuka kembali perbatasan Rafah agar bantuan bisa masuk ke Gaza.
“Jangan ada lagi penembakan, pencegatan, dan penghentian terhadap truk-truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan,” ucapnya.
Di sisi lain, dia menilai Pemerintah Indonesia harus berperan aktif dalam mendukung kemerdekaan Palestina, salah satunya dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Saya yakin kemerdekaan Palestina semakin dekat. Tidak boleh ada lagi penjajahan di muka bumi ini. Itu adalah amanat konstitusi kita yang harus terus disuarakan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Heryawan: Harus Jadi Awal Pengakuan De Facto Kemerdekaan Palestina
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Heryawan menuturkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza menjadi awal bagi pengakuan kemerdekaan Palestina secara de facto.
“Yang terpenting adalah gencatan senjata ini harus menjadi awal pengakuan secara de facto kemerdekaan bangsa Palestina karena secara de jure sudah diputus PBB dengan suara mayoritas setuju kemerdekaan Palestina, Palestina yang merdeka dan berdaulat penuh,” kata pria yang akrab disapa Aher itu di Jakarta pada Kamis, 16 Januari 2025.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menuturkan target selanjutnya adalah mengawal pelaksanaan gencatan senjata di Gaza agar berjalan dengan tertib dan aman. Fase tersebut, kata dia, menjadi tantangan besar yang memerlukan pendekatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai pihak, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional.
“Rekonstruksi Gaza juga prioritas berikutnya, khususnya fasilitas-fasilitas umum seperti perbaikan rumah sakit, pasar bahan pangan, rehabilitasi anak, dan fasilitas sosial penting lainnya,” ujarnya.
Dia pun berharap Pemerintah Indonesia dapat turut andil dalam proses perdamaian di Gaza tersebut. Menurut dia, Indonesia dapat menyerukan kepada negara-negara yang memiliki pengaruh terhadap kedua belah pihak agar berperan aktif memastikan Israel ataupun Hamas menghormati gencatan senjata, memediasi dialog, serta bernegosiasi untuk mengatasi ketegangan dan mencegah pelanggaran.
Dia mencontohkan negara-negara tersebut adalah Amerika Serikat, Rusia, atau negara-negara Eropa lainnya. “(Gencatan senjata) ini adalah momentum yang sangat penting dalam mengurangi ketegangan yang terjadi di kawasan Palestina dan Timur Tengah yang melibatkan kekuatan-kekuatan besar dunia,” tuturnya.
Anggota Komisi I DPR RI Jazuli Juwaini: Diplomasi Tak Boleh Berhenti
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini mengatakan upaya diplomasi tidak boleh berhenti meskipun gencatan senjata telah disepakati antara Israel dan Hamas. Jazuli mengingatkan sikap Indonesia sudah jelas sejak awal untuk mendesak Israel menghentikan segala macam bentuk agresi dan penjajahan atas wilayah Palestina.
“Indonesia mendukung penuh kemerdekaan rakyat Palestina. Inilah perjuangan kita yang merupakan amanat konstitusi, amanat konferensi Asia-Afrika di Bandung, sekaligus utang sejarah Bangsa Indonesia," kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia juga meminta PBB mengawal gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari 2025 dengan tegas karena mempertimbangkan sikap Israel yang kerap kali melanggar perjanjian, dan mengkhianati berbagai resolusi damai.
Politikus PKS itu menuturkan permintaan tersebut juga bertujuan agar rakyat Palestina memperoleh hak hidupnya di wilayah yang sah dapat terwujud.
“Apa yang terjadi di Gaza, Palestina, sejatinya bukan konflik atau perang antara dua negara, tetapi bentuk penjajahan di era modern. Rakyat Palestina dan para pejuangnya hanya mempertahankan wilayahnya dari penjajahan yang selama puluhan tahun direnggut paksa," ujarnya.
Dia berharap gencatan senjata Israel-Hamas tersebut membuat semua bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza dapat masuk dengan akses yang terbuka seluas-luasnya. Pemerintah Indonesia, kata dia, juga dapat berperan menggalang dan mengoordinasikan bantuan kemanusiaan dari dalam negeri saat gencatan senjata terjadi.
Jazuli juga berharap gencatan senjata tersebut dapat menghentikan secara permanen penjajahan Israel terhadap Palestina.
“Kami berharap PBB dan instrumen penjaga perdamaian yang dimilikinya benar-benar bisa mewujudkan perdamaian di Gaza dan mengawal proses rekonstruksi maupun rehabilitasi Gaza dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Ketua BKSAP DPR Mardani Ali Sera:
Adapun Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Mardani Ali Sera mengajak semua pihak mengawal implementasi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
“Saya juga memperingatkan komunitas internasional ihwal kebiasaan Israel yang kerap kali melanggar kesepakatan sepihak. Tanda-tanda itu sudah ada. Hanya selang beberapa jam setelah kesepakatan itu diumumkan, Gaza utara kembali dihantam serangan udara brutal Israel yang menargetkan warga sipil termasuk anak-anak dan perempuan. Ini yang harus kita waspadai bersama,” kata Mardani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Anggota Komisi II DPR itu juga meminta semua pihak mengawal kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas yang baru akan berlaku selama enam pekan atau 42 hari itu hingga menjadi kesepakatan yang permanen. “Ini memang tidak ideal, tapi ini cukup sebagai permulaan untuk menghentikan genosida,” ucapnya.
Dia memandang positif kesepakatan gencatan senjata yang berhasil dicapai antara Hamas dan Israel, meski implementasi tersebut terlambat dari mandat resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 2735 yang disahkan pada Juni 2024.
“Kita harus memastikan melalui gencatan senjata ini untuk secepatnya menghentikan genosida di Jalur Gaza, kembali akses aman masuknya bantuan kemanusiaan, dan menarik seluruh pasukan Israel dari Jalur Gaza," ujarnya.
Meski demikian, dia mengingatkan gencatan senjata tersebut tidak serta merta bermakna lolosnya para pelaku genosida. “Kesepakatan gencatan senjata ini jangan membuat dunia lupa untuk membawa dan menghukum Israel di Mahkamah Internasional dan Mahkamah Pidana Internasional,” ujar dia.
Mardani menekankan urgensi pengembalian peran The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) menyusul pengesahan undang-undang oleh parlemen Israel (Knesset) yang melarang kegiatan UNRWA beroperasi pada Oktober 2024.
“Hukum internasional mewajibkan kekuatan pendudukan untuk menyetujui dan memfasilitasi program bantuan, serta memastikan makanan dan perawatan medis,” tuturnya.
BKSAP DPR RI, kata dia, akan membawa keputusan ilegal parlemen Israel tersebut ke forum Inter-Parliamentary Union (IPU). “Ini karena UNRWA adalah nafas bagi lebih dari enam juta pengungsi Palestina,” ucapnya.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Usul Pembiayaan Makan Bergizi Gratis: Dari Pakai Dana Zakat, Sitaan Korupsi, hingga Cukai Rokok