Respons KPU DKI soal Saksi Dharma-Kun Ogah Tanda Tangan Berita Rekap Pilkada Jakarta

1 month ago 28

TEMPO.CO, Jakarta - Saksi pasangan calon (paslon) gubernur Jakarta nomor urut 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardana menolak menandatangani berita acara rekapitulasi hasil pemilihan kepala daerah atau Pilkada Jakarta 2024 di tingkat provinsi.

"Kami tidak akan menandatangani, izin," kata seorang saksi kubu Dharma-Kun di rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pilkada Jakarta tingkat provinsi pada Ahad, 8 Desember 2024.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Wahyu Dinata kemudian menanyakan apakah data perolehan suara di tingkat provinsi yang dibacakan telah cocok dengan data di tingkat kabupaten/kota.

Saksi Dharma-Kun menjawab bahwa data itu sama. Namun, ia menyatakan, mereka menggunakan haknya untuk tak menandatangani.

"Data cocok. Namun kami menggunakan hak kami untuk tidak menandatangani," kata salah seorang saksi Dharma-Kun.

Sebelumnya, saksi paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono juga enggan menandatangani berita acara rekapitulasi hasil Pilkada Jakarta 2024 di tingkat provinsi.

Komisioner KPU DKI Jakarta Dody Wijaya menyatakan, hasil rapat penetapan perolehan suara pilkada tetap dinyatakan sah meskipun saksi paslon nomor urut 1 Ridwan-Suswono dan paslon nomor urut 2 Dharma-Kun menolak menandatangani berkas penetapan perolehan suara.

Dody mengatakan, hal itu tidak mengurangi legitimasi penetapan yang dilakukan KPU Jakarta hari ini.

“Tidak ada masalah ya,” kata Komisioner KPU Jakarta, Dody Wijaya, di Sari Pan Pacific, pada Ahad, 8 Desember 2024.

Selain menolak menandatangani berita acara hasil Pilkada Jakarta, saksi paslon Ridwan-Suswono juga melakukan aksi walk out setelah menyampaikan catatan keberatan mereka atas penyelenggaraan pilkada kali ini. Terkait aksi tersebut, Dodi mengatakan, rapat pleno tetap sah.

“Apabila saksi tidak hadir dalam rapat pleno rekapitulasi, rapat pleno tetap sah,” kata Dody.

Namun, Dody menyayangkan keputusan saksi paslon Ridwan-Suswono, Ramdan Alamsyah, untuk walk out dari ruang rapat sebelum KPU mengesahkan perolehan suara.

Ia mengatakan, apabila Ramdan masih berada di dalam ruang rapat, KPU akan memberikannya hak untuk mengajukan keberatan atas penetapan hasil.

“Apapun itu kami hormati, kalau itu bagian dari sikap pasangan calon,” ujarnya.

Dody mengatakan, berkas penetapan tetap sah apabila telah mendapat tanda tangan dari Ketua KPU provinsi dan juga dua hingga tiga komisionernya.

“Hari ini tujuh orang ketua dan anggota KPU, Bawaslu tingkat Jakarta, semua menandatangani,” tuturnya.

Dody melanjutkan keputusan saksi untuk meninggalkan ruang rapat dan enggan menandatangani berkas penetapan hasil perolehan suara dapat dijadikan oleh legal standing KPU di Mahkamah Konstitusi.

Ia menegaskan, kejadian walk out dan keputusan saksi paslon untuk tidak menandatangani berkas bukanlah bentuk keberatan atas hasil yang ditetapkan, melainkan mempermasalahkan proses pilkada yang berjalan. 

“Semua paslon tidak ada keberatan terkait dengan sisi hasil,” kata dia.

Sebelumnya Ramdan walk out saat pleno penetapan hasil perolehan suara berlangsung.

“Izin Ketua, kami mundur dari ruang sidang,” kata Ramdan setelah memberikan formulir kejadian khusus dan keberatan, di Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, pada Ahad, 8 Desember 2024.

Kejadian itu bermula ketika Ketua KPU Jakarta Wahyu Dinata menawarkan kepada para saksi untuk menyampaikan kejadian khusus atau keberatan atas proses pilkada sebelum mengesahkan hasil suara. 

Ramdan yang juga mengemban tugas sebagai Koordinator Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono menyampaikan kejadian khusus di Tempat Pemungutan Suara atau TPS 028 di Pinang Ranti, Jakarta Timur ihwal kejadian pencoblosan terhadap 18 surat suara kosong oleh petugas. 

“Patut diduga bisa terjadi di TPS-TPS lainnya di mana hak pilih warga Jakarta disalahgunakan oleh oknum petugas KPU,” kata Ramdan.

Ia pun menyayangkan sikap Bawaslu dan KPU yang enggan memberikan Pemungutan Suara Ulang atau PSU bagi TPS 028. 

“Seharusnya sudah jelas itu bagian tindak pidana dan juga pelanggaran administratif yang tentunya bisa dilakukan PSU,” tuturnya.

Selain itu, Ramdan juga menyinggung soal rendahnya partisipasi pemilihan pada pilkada yang diduga disebabkan lokasi TPS yang berjauhan dengan tempat tinggal dan distribusi formulir C6 pemberitahuan yang disebut bermasalah.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |