JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Pengamat politik Rocky Gerung menilai proses hukum terkait dugaan pemalsuan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, justru berdampak positif bagi Presiden Prabowo Subianto. Menurut Rocky, penetapan tersangka dalam kasus tersebut membuka ruang bagi Prabowo untuk menghindari tudingan intervensi sekaligus melepaskan diri dari bayang-bayang politik Jokowi.
Kasus yang kini memasuki tahap penyidikan itu menyeret delapan orang sebagai tersangka, termasuk pakar telematika Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma atau Dokter Tifa. Mereka diduga terlibat dalam upaya mengubah, menyembunyikan, atau memanipulasi dokumen elektronik sehingga tampak asli.
Ketiganya telah menjalani pemeriksaan pada Kamis (13/11/2025). Roy dicecar 134 pertanyaan, Rismon 157 pertanyaan, dan Dokter Tifa sebanyak 86 pertanyaan. Namun, ketiganya tidak ditahan.
Para terlapor dikenai sejumlah pasal, mulai dari Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat (2) UU ITE, hingga Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Ancaman hukuman dalam berkas perkara tersebut mencapai 8 hingga 12 tahun penjara.
Rocky menilai perkembangan ini justru meringankan beban politik Prabowo.
“Ketika proses hukum sudah berjalan, Presiden Prabowo akan merasa tidak punya ruang untuk melakukan intervensi,” ujarnya dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin (17/11/2025).
Menurutnya, Prabowo tidak lagi perlu diseret dalam wacana pembelaan terhadap Jokowi, termasuk seruan ‘Hidup Jokowi’ yang sempat ia lontarkan di beberapa acara. Dengan kasus yang kini memasuki tahapan serius, Rocky menyebut seruan tersebut tak mungkin kembali diulang.
Rocky juga menilai perkembangan kasus dapat membuka jarak politik antara Prabowo dan Jokowi yang selama ini dinilai memiliki kedekatan khusus.
“Jika perkara ini naik ke pengadilan, hubungan itu bisa mengendur dan justru membuat peta politik lebih sehat,” ujarnya.
Selain Roy Suryo dan dua rekannya, lima tersangka lain dalam perkara ini adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, M. Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis. Mereka masuk klasifikasi tersangka klaster pertama dan belum menjalani pemeriksaan. Kelimanya dijerat pasal penghasutan dalam KUHP dan sejumlah ketentuan UU ITE dengan ancaman pidana enam tahun.
Sementara itu, tiga tersangka dalam klaster kedua—Roy, Rismon, dan Dokter Tifa—dikenakan gabungan pasal KUHP dan UU ITE dengan ancaman hukuman yang lebih berat.
Rocky berpendapat proses hukum ini dapat menjadi momentum untuk mempertegas supremasi hukum.
“Ini kesempatan untuk memastikan bahwa hukum bekerja tanpa ditarik-tarik kepentingan politik,” katanya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.













































