Royalti Musik Jadi Penopang Utama Ekonomi Kreator di Era Digital

6 hours ago 5

(Beritadaerah-Jakarta) Royalti disebut sebagai sumber kehidupan ekonomi bagi para pencipta lagu, musisi, dan label rekaman. Setiap karya yang diputar di radio, kafe, hotel, atau diakses melalui layanan streaming digital, menurut para pengamat, sejatinya membawa aliran pendapatan bagi kreator.

Meski demikian, pemahaman masyarakat mengenai peran royalti sebagai perlindungan hak ekonomi masih kerap belum sepenuhnya jelas.

Secara umum, royalti terbagi dalam dua kategori. Pertama, Performing Right, yakni hak ekonomi yang timbul ketika lagu digunakan di ruang publik komersial, baik di media penyiaran maupun tempat usaha seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Kedua, Mechanical Right, yang berlaku ketika lagu direproduksi dalam bentuk fisik maupun digital, termasuk unduhan dan streaming di platform musik.

Di era digital saat ini, porsi terbesar penghasilan kreator datang dari Mechanical Right. Semakin banyak sebuah lagu diputar di platform streaming, semakin besar pula hak ekonomi yang diperoleh pencipta dan pemegang hak terkait.

Praktik ini sebenarnya bukan hal baru. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang sudah lama menerapkan sistem manajemen royalti melalui lembaga kolektif, seperti ASCAP, BMI, dan PRS for Music. Lembaga tersebut memastikan distribusi pendapatan yang adil bagi pencipta.

Di Indonesia, kewenangan pengelolaan royalti berada di tangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. LMKN bertugas menghimpun serta menyalurkan royalti tanpa perlu izin langsung dari pencipta, melainkan berdasarkan tarif resmi yang telah ditentukan.

Namun, implementasi kebijakan ini tidak lepas dari tantangan. Sebagian pelaku usaha, terutama di sektor hospitality, masih menilai penarikan royalti sebagai pungutan liar. Menurut pengamat musik Aden Dharma, kondisi ini dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran hukum di masyarakat.

Selain itu, isu transparansi pengelolaan juga sempat mencuat, misalnya pada kasus salah transfer yang menurunkan kepercayaan publik. Menyikapi hal itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan komitmennya untuk memperbaiki tata kelola LMKN dan memastikan proses penarikan serta distribusi royalti dilakukan secara lebih terbuka.

Bagi para kreator, keberadaan sistem royalti yang sehat tidak hanya soal keberlangsungan finansial, tetapi juga bentuk penghargaan atas karya. Reformasi tata kelola diharapkan menjadikan royalti benar-benar berfungsi sebagai penopang utama yang menjaga keberlanjutan ekosistem musik nasional.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |