Sabet Piala Citra, Jatuh Cinta Seperti di Film-film Memotivasi Pembuat Film Saat Ini

6 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Para dewan juri memuji film Jatuh Cinta Seperti di Film-film besutan Yandy Laurens. Ide awal film yang memotret kisah ibunya itu dianugerahi Piala Citra kategori film panjang terbaik di Festival Film Indonesia atau FFI 2024.

Dewan Juri Akhir Kategori Film Cerita Panjang FFI, Leni Lolang, mengatakan film itu dijahit dengan cerita sangat sederhana. Cerita yang sederhana bukan berarti tidak bisa dibuat baik. Selain itu, peran para aktor di film sangat lugas. "Pemeranan mereka sangat tidak akting, semuanya sangat natural," dia kepada Tempo, di Indonesia Convention Exhibition atau ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu malam, 20 November 2024.

Kisah yang Dekat dengan Kehidupan Sehari-hari

Menurut produser dan penulis cerita Jagad X Code itu, kisah yang diangkat Yandy Laurens dalam Jatuh Cinta Seperti di Film-film adalah cerita yang sangat dekat dengan kehidupan dan lingkungan kita sehari-sehari. Ia membuat filmnya dengan biaya tidak besar, tapi berhasil. "Film itu memotivasi film maker saat ini," tutur perempuan 55 tahun itu.

Dengan begitu, film garapan Yandy menunjukkan kesungguhan seorang sutradara dalam membuat film. "Unsur yang dipilih semuanya baik," kata dia. Dari sejumlah film yang dilihat juri, kata Leni, beberapa di antaranya cukup dipuji. Namun film itu tidak ada dalam nominasi.

Sebelumnya, yang menjadi saingan Jatuh Cinta Seperti di Film film, adalah Crocodile Tears, Kabut Berduri, Samsara, Siksa Kubur. Garin Nugroho menerima Piala Citra kategori Sutradara Terbaik melalui Samsara, film bisu yang berlatar di Bali. Menurut Leni, semua film yang masuk nominasi sudah pasti menjadi pemenang.

"Tapi kami melihat kembali di mana unsur lebihnya secara estetika. Begitu ditonton, semua penonton masuk ke dalam story-nya," kata Ketua Ikatan Alumni Institut Kesenian Jakarta periode 2016-2020, itu.

Akting Pemain yang Natural

Leni mencontohkan peran Hana (Nirina Zubir) yang di dalam dirinya memiliki konflik besar. Tapi dia tampil sederhana menyajikan karakter individual. Begitu juga peran Bagus (Ringgo Agus Rahman). "Mereka tidak terlihat akting, mereka sangat natural membawakannya, bahkan hanyut," ujar dia, yang menyebutkan tidak gampang membuat film yang membawa penonton merasa terlibat di dalamnya. 

Berkat penampilannya itu, Nirina Zubir dan Ringgo Agus Rahman berhasil membawa pulang Piala Citra kategori Pemeran Utama Perempuan Terbaik dan kategori Pemeran Utama Pria Terbaik di FFI 2024.

Dia juga memuji teknik visual yang ada dalam film itu. Film itu dibuat dengan gambar berwarna dan hitam putih. Menurut Leni, itu menjadi sebuah konsep dari Yandy. "Di situ kelihatan hitam putih pada saat dia menceritakan story-nya. Tapi full color seperti kehidupannya pada saat dia menceritakan ceritanya di dalam skripnya," ucap dia.

Film yang diperankan Nirina dan Ringgo adalah kisah romansa. Kisahnya, Bagus adalah penulis naskah film. Dia cukup lama terlibat dalam industri itu dan menggarap berbagai skenario adaptasi film dan sinetron populer. Suatu ketika, Bagus mendapat kesempatan menulis skenario asli buatan sendiri.

Kali ini, Bagus mengangkat ide cerita bergenre komedi romantis. Yang berkisah tentang seorang pria melajang di usia 30-an. Lalu ia jatuh cinta kepada teman lamanya, Hana, yang baru empat bulan menjanda. Yandy mengaku ide cerita ini awalnya akan menceritak kisah tentang ibunya yang berstatus single parent.

"Mempertanyakan kalau sudah kehilangan, boleh enggak sih jatuh cinta lagi?" kata dia kepada Tempo seusai menerima Piala Citra. Menurut dia, itu sebuah cerita yang masih dianggap sebagian orang di Indonesia sebagai hal yang tabu.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |