Seperti Apa Aturan Tahanan Kota yang Dikenakan Terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV

5 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pemberitaan (Dirpem) Jak TV nonaktif Tian Bahtiar (TB), yang merupakan tersangka kasus perintangan penyidikan korupsi PT Timah dan impor gula, ditetapkan sebagai tahanan kota oleh Kejaksaan Agung. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan kondisi kesehatan Tian yang tidak optimal.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengungkapkan bahwa Tian memiliki riwayat penyakit jantung dan sudah menjalani pemasangan delapan ring. Selain itu, kadar kolesterolnya pun tinggi dan mengalami gangguan pernapasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Harli, Tian sudah menjalani observasi sejak Rabu pekan lalu. Hasilnya Tian harus mengonsumsi obat pengencer darah. "Ada alasan kesehatan, sehingga penyidik setelah berkonsultasi dengan tim dokter berketetapan bahwa kepada yang bersangkutan sangat perlu dilakukan pengalihan penahanan," ujar dia saat dikonfirmasi pada Senin, 28 April 2025.

Sebelumnya, Tian ditahan di rumah tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung sejak Senin, 21 April 2025. Pengalihan status penahanannya menjadi tahanan kota membuat Kejagung melekatkan alat elektronik khusus kepada Tian. "Untuk memantau pergerakan yang bersangkutan," ucap Harli.

Kejagung juga mengharuskan Tian untuk wajib lapor satu kali tiap pekan pada hari Senin. Adapun perubahan status tahanan ini dilakukan dengan jaminan dari keluarga. "Istri yang bersangkutan," kata Harli.

Lantas, apa yang dimaksud dengan tahanan kota? Bagaimana aturannya? Simak informasinya berikut ini.

Mengenal Sistem Tahanan Kota

Mengacu pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdapat tiga jenis penahanan yang diatur, yaitu penahanan rumah, penahanan kota, dan penahanan rutan (rumah tahanan negara). Dalam konteks ini, penahanan kota berarti tersangka atau terdakwa tetap berada di wilayah tempat tinggal atau kediamannya, namun dengan sejumlah kewajiban hukum tertentu.

Salah satu kewajiban utama bagi tahanan kota adalah melapor diri secara rutin pada waktu yang telah ditentukan oleh pihak berwenang. Selain itu, tahanan kota dilarang meninggalkan wilayah tempat tinggalnya kecuali mendapatkan izin resmi dari penyidik, penuntut umum, atau hakim yang mengeluarkan perintah penahanan. Meskipun demikian, status tahanan kota pada dasarnya berbeda dengan tahanan di rutan, karena secara hukum, tahanan kota masih dianggap orang bebas yang tidak menjalani penahanan fisik.

Dalam praktiknya, seorang tahanan kota diwajibkan melapor sebanyak dua kali dalam satu minggu kepada pihak berwenang. Selama berada dalam status tersebut, tahanan tidak diperkenankan untuk meninggalkan wilayah yang telah ditentukan tanpa izin. Jika melanggar ketentuan ini, status hukumnya dapat berubah.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Sapta Aprilianto menjelaskan, meskipun terdakwa dalam status tahanan kota dilarang bepergian keluar wilayah, mereka tetap berstatus bebas karena tidak menjalani penahanan fisik di dalam rutan. "Namun, catatan kewajiban melapor setiap pekan terpenuhi dan ketika ia dibutuhkan bisa selalu dihadirkan dalam persidangan," katanya.

Lebih lanjut, Sapta menambahkan bahwa status seseorang dapat berubah menjadi tahanan kota atas dua kemungkinan, yaitu permohonan pribadi dari tersangka atau terdakwa atau penetapan langsung dari pejabat yang berwenang, seperti penyidik, jaksa, atau hakim. Permohonan ini biasanya dilakukan untuk meminta keringanan dari jenis penahanan yang lebih berat.

Sapta juga menjelaskan bahwa hukuman sebagai tahanan kota memberikan keuntungan tertentu, yakni pengurangan masa penahanan sebesar seperlima dari total waktu yang telah dijalani. Dengan kata lain, masa tahanan kota akan dihitung lebih ringan dibandingkan dengan masa tahanan rutan.

Selain itu, seorang terdakwa dapat mengajukan permohonan pengalihan jenis penahanan dari satu bentuk ke bentuk lain, misalnya dari tahanan rutan menjadi tahanan kota. Namun, terdapat syarat penting yang harus dipenuhi, seperti pengalihan ini hanya bisa dilakukan setelah terdakwa menjalani masa penahanan di rutan minimal selama lima hari. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka permohonan pengalihan penahanan tidak dapat dikabulkan.

M Rizki Yusrial dan Muhammad Syaifulloh berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |