SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM — Suasana aula SMK Binawiyata Karangmalang, Sragen, mendadak riuh pada Rabu (12/11/2025). Ratusan siswa dari kelas X dan XI tampak terpukau menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang disajikan dengan sentuhan animasi modern. Tidak hanya di aula, sekitar 200 siswa lain turut menonton melalui layar televisi di 17 ruang kelas yang disiarkan secara langsung dari lokasi pementasan.
Pertunjukan tersebut merupakan bagian dari implementasi hibah Program Inovatif Seni Nusantara (PISN) 2025 dari Kemendiktisaintek yang dilaksanakan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Kali ini, lakon yang diangkat adalah Babad Alas Wanamarta, dibawakan oleh dalang Tri Haryoko dari Sanggar Omah Wayang Mas Kamto.
Kemeriahan semakin terasa ketika dua dalang cilik membuka pementasan. Mereka adalah Sanggit Nyataraharja (9 tahun), siswa kelas IV SD Kristen Banjarsari Surakarta, dan Radheya Shri Raharja (4 tahun), bocah PAUD yang sudah berani tampil di depan ratusan penonton.
Ketua tim hibah PISN ISI Surakarta, Basnendar Herry Prilosadoso, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kemendiktisaintek, ISI Surakarta, Sanggar Omah Wayang Mas Kamto, dan SMK Binawiyata Karangmalang Sragen. Melalui perpaduan wayang kulit dan multimedia, pihaknya berupaya menghadirkan cara baru dalam mengenalkan seni tradisi kepada generasi muda.
“Kolaborasi wayang dengan animasi ini kami rancang agar lebih dekat dengan selera anak muda. Selain melestarikan budaya, kami ingin menumbuhkan kebanggaan terhadap seni tradisi dengan pendekatan visual yang kekinian,” ujar Basnendar.
Kepala SMK Binawiyata Karangmalang, Saimin Samsuri, menyambut baik kolaborasi tersebut. Ia menilai kegiatan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik dan memperluas wawasan siswa terhadap warisan budaya.
“Siswa bukan hanya menonton, tapi juga terlibat langsung dalam pementasan, ada yang menari, memainkan gamelan, hingga membantu teknis. Ini menjadi pengalaman yang sangat berharga,” tuturnya, seperti dikutip dalam rilis ke Joglosemarnews.
Sementara itu, dalang Tri Haryoko mengaku senang bisa menjadi bagian dari program yang menyatukan tradisi dan teknologi ini.
“Kegiatan seperti ini memberi semangat baru bagi pelestarian wayang kulit. Anak-anak bisa melihat bahwa wayang tidak kuno, tapi justru bisa tampil segar dan menarik,” ungkapnya.
Melalui sentuhan animasi dan kreativitas kolaboratif, seni wayang kulit kembali menunjukkan kemampuannya beradaptasi di tengah zaman digital tanpa kehilangan ruh tradisinya. [*]
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.


















































