Siswa-siswi SMAN 11 Semarang menggelar aksi protes terkait penanganan kasus pembuatan dan penyebaran foto serta video deepfake vulgar yang diduga dilakukan oleh alumnus sekolah tersebut, yakni Chiko Radityatama Agung Putra. Aksi protes digelar di lapangan SMAN 11 Semarang, tepat seusai upacara pada Senin (20/10/2025).
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Siswa-siswi SMAN 11 Semarang menggelar aksi protes terkait penanganan kasus pembuatan dan penyebaran foto serta video deepfake vulgar yang diduga dilakukan alumnus sekolah tersebut, yakni Chiko Radityatama Agung Putra. Aksi protes digelar di lapangan SMAN 11 Semarang, tepat seusai upacara, Senin (20/10/2025).
Dalam aksi tersebut, para siswa membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan dukungan untuk para terduga korban, seperti "Korban Butuh Keadilan", "Jangan Buta #Usut Tuntas", dan "Justice for SMA11". Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, terduga korban yang wajahnya diedit dan ditempelkan pada foto serta video vulgar oleh Chiko merupakan siswi-siswi SMAN 11 Semarang, tapi kini sudah berstatus alumni.
Albani Putra, siswa kelas XII SMAN 11 Semarang yang ikut dalam aksi protes, mengaku kecewa dengan pihak sekolah. Hal itu terkait video klarifikasi Chiko yang dibuat di SMAN 11 Semarang. Menurut Albani, Chiko diundang ke sekolahnya untuk menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf secara terbuka di depan umum.
"Tapi kepala sekolah mengambil keputusan sepihak untuk menjadikan klarifikasi tersebut di dalam ruangan tertutup dan tidak ada yang melihatnya," kata Albani ketika diwawancara awak media.
Selain itu, dia menyayangkan sikap Kepala SMAN 11 Semarang yang dinilai tertutup soal penanganan kasus pelecehan seksual berbasis siber yang diduga dilakukan Chiko. "Bahkan pers pun pada saat datang ke sini tidak disambut oleh kepala sekolah. Kami hanya memerlukan kejelasan, bagaimana kepala sekolah ini dalam tanggung jawab (soal kasus Chiko)?" ujar Albani.
Menurut Albani, berdasarkan informasi yang diperolehnya, para terduga korban yang wajahnya diedit dan ditempelkan pada foto serta video vulgar oleh Chiko memang sudah berstatus alumni. "Sekarang ini kami masih mencari keadilan bagi alumni dan juga siswa," ucapnya.
Dia menambahkan, para siswa dan siswi SMAN 11 Semarang sudah menyiapkan petisi untuk meminta Chiko mengulangi klarifikasi dan permintaan maaf di depan umum. Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Syamsudin Isaeni turut mendatangi SMAN 11 Semarang pada Senin.
Syamsudin turut menyaksikan aksi protes yang dilakukan oleh para siswa-siswi SMAN 11 Semarang terkait kasus Chiko. "Ini dari pihak civitas tadi intinya juga sudah kami komunikasikan. Jadi anak-anak yang tadi sempat beraspirasi tetap difasilitasi dan ditampung," ujarnya.
Menurut Syamsudin, saat ini pihaknya masih terlibat dalam menangani kasus penyebaran foto dan video deepfake vulgar yang diduga dilakukan Chiko. Disdikbud Jateng, katanya, berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jateng.
Ketika ditanya perihal jumlah korban yang wajahnya diduga diedit menjadi foto dan video deepfake oleh Chiko, Syamsudin belum bisa berkomentar. "Saya belum detail semuanya karena ini masih penggalian, termasuk DP3AP2KB pun masih menunggu terkait dengan para korban," ucapnya.
Kendati demikian, Syamsudin menekankan tentang pentingnya asas praduga tak bersalah. "Terkait dengan permasalahan ini, biarlah berproses sesuai dengan ketentuan," ujarnya.
Dia menambahkan, Disdikbud Jateng juga mempunyai biro hukum jika nantinya kasus Chiko masuk ke ranah hukum. Sebelumnya Kepala DP3AP2KB Jateng, Ema Rachmawati, mengatakan, saat ini pihaknya tengah menginvestigasi dan mendata terduga korban yang wajahnya diedit menggunakan kecerdaaan buatan atau AI oleh Chiko, lalu ditempelkan ke foto serta video vulgar.
"Masih identifikasi dan investigasi, masih kumpulkan korban-korban," kata Ema ketika ditanya perihal kasus Chiko, Kamis (16/10/2025).
Menurut Ema, karena para terduga korban telah berstatus alumni, hal itu menjadi penyebab mengapa DP3AP2KB tidak bisa melakukan pendataan dengan cepat. "Karena korban-korban yang kuliah masih midsemester, jadi belum bisa ketemu. Mereka minta waktu," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini DP3AP2KB juga masih menjalin koordinasi dengan Disdikbud Jateng. "Karena tidak semua korban mau hadir, jadi masih kita sisir satu per satu," ucapnya.