REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sudah lebih dari sepekan beberapa daerah di Kota Semarang, Jawa Tengah, tergenang banjir. Warga terdampak mengeluhkan kondisi yang mereka alami. Terlebih, pengalaman seperti itu harus mereka hadapi setiap tahun ketika musim hujan melanda.
Pada Kamis (30/10/2025), banjir di Kampung Tanggungrejo, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, masih setinggi paha orang dewasa. "Sudah sembilan hari ini banjir. Sejak Selasa (21/10/2025), air sudah masuk ke rumah,” ujar Winda, warga RT1/RW 5 Tanggungrejo.
Karena sudah berhari-hari tetap beraktivitas dan menyibak air banjir berwarna keruh, Winda mengaku kulitnya, terutama pada bagian kaki, merasakan gatal-gatal. Menurutnya, hal itu karena kakinya terlalu lama terendam air kotor.
Winda pun merasa pasokan bantuan sangat belum memadai. Dia mengaku baru memperoleh bantuan berupa nasi bungkus. "Cuma sekali dapat bantuan nasi bungkus dari kelurahan, setelah itu tidak ada lagi,” ujarnya.
Warga lainnya, Sri Priyantini, turut mengeluhkan minimnya bantuan para korban terdampak banjir. "Awal itu dapat nasi bungkus sekali dan beras satu kilogram, setelah itu belum dapat apa pun. Hampir dua minggu. Tiap tahun begini terus,” kata Sri.
Sri mengaku tidak mengungsi karena tidak ada tempat pengungsian. "Saya tidak mengungsi karena tidak punya pilihan. Suami tidak kerja, sementara tiap hari makan mi instan. Semoga tidak banjir lagi, cepat surut," ucapnya.
Pada Kamis, banjir dengan ketinggian sekitar 70 sentimeter juga masih merendam permukiman di Kelurahan Genuksari, salah satunya di RT08/RW07. Keluhan yang disampaikan warga di sana serupa dengan warga di Tanggungrejo, salah satunya minimnya bantuan.
Salah satu warga, Siti, menyampaikan bahwa dia memperoleh bantuan satu nasi bungkus pada Rabu (29/10/2025). Namun sebungkus nasi itu harus ia bagi bersama suami dan tiga anaknya. Karena satu keluarga hanya memperoleh jatah satu bungus nasi.
"Saya tolak (bantuan nasi bungkus). Masa sebungkus buat berlima, satu KK dijatah 1 bungkus, padahal semua butuh makan," ujar Siti.
Sehari-hari Siti berjualan sayuran dan ikan pindang. Sedangkan suaminya adalah buruh serabutan. Dari tiga anaknya, satu di antaranya sudah bekerja. Sementara dua lainnya masih duduk di bangku SMP dan SMA.
"Saya jualan kayak gini buat makan sekeluarga. Jualan enggak mesti laku semua, tapi yang penting keluarga cukup buat makan," kata Siti.

 8 hours ago
                                13
                        8 hours ago
                                13
                    
















































