Supriyani Dituntut Lepas dari Dakwaan, Kuasa Hukum: Tuntutan Jaksa Gamang

2 days ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Supriyani, Andri Darmawan, menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya yang merupakan guru honorer Sekolah Dasar Negeri 4 Konawe Selatan membingungkan dan penuh kontradiksi. Andri mengatakan keputusan jaksa untuk menuntut kliennya "lepas dari segala tuntutan hukum" justru menunjukkan adanya kebingungan dalam merumuskan formulasi dakwaan.

"Tuntutan ini kami anggap aneh. Jaksa kan menuntut lepas dari segala tuntutan hukum. Artinya, jaksa menyatakan ada perbuatan, tapi mengatakan perbuatan itu spontan dan tidak ada mens rea (niat jahat), sehingga dia tidak bisa dipidana," ujar Andri kepada Tempo saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Rabu, 13 November 2024.

Menurut dia, keputusan ini menunjukkan bahwa jaksa kebingungan dalam menentukan arah tuntutannya. "Kami melihat kalau tuntutan ini sebenarnya bukti bahwa jaksa gamang atau kebingungan untuk memformulasikan tuntutannya," katanya.

Andri pun membeberkan alasannya. Dia berpendapat di satu sisi, jaksa tetap ingin mempertahankan dakwaannya dari awal bahwa Supriyani terbukti bersalah melakukan kekerasan. Namun di sisi lain, lanjut Andri, jaksa tetap ingin meraih simpati di publik. "Misalnya menuntut Supriyani lepas jadi seakan-akan bahwa jaksa telah berempati kepada terdakwa," katanya.

Andri berpendapat tuntutan tersebut bukan hanya kontradiktif, tetapi juga tidak didasarkan pada bukti yang kuat. Pihaknya, tutur Andri, berkeyakinan bahwa bukti yang diajukan oleh jaksa sangat lemah. Keterangan anak korban yang menjadi salah satu dasar utama dakwaan dianggapnya tidak sah sebagai alat bukti, karena tidak diberikan di bawah sumpah.

"Keterangan anak itu cuma bisa jadi petunjuk, kalau ada bukti lain yang mendukung. Tapi, bukti lainnya, seperti keterangan tiga saksi yang disumpah, justru menyatakan tidak ada kejadian pemukulan," ujarnya.

Andri juga mengkritik ketidakjelasan dalam pembuktian ihwal luka pada korban, yang menyebut dipukul oleh Supriyani dengan sapu ijuk. "Visum et repertum hanya menyebutkan adanya kekerasan tumpul, tanpa menjelaskan secara rinci apa yang menyebabkan luka. Dokter forensik yang kami hadirkan menyatakan bahwa luka itu bukan akibat pukulan sapu, tetapi karena gesekan dengan benda kasar," ucap Andri.

Tuntutan jaksa yang tidak konsisten ini, menurut Andri, makin memperlihatkan ketidakpastian hukum serta dugaan kriminalisasi dalam penanganan perkara ini. Andri berharap agar jaksa mengambil langkah yang lebih jelas dan objektif dalam tuntutannya, yang berakhir dengan pembebasan bagi Supriyani, "Tuntutan lepas ini, bagi kami, justru menjadi bukti bahwa jaksa tidak yakin dengan dakwaan mereka sendiri."

Supriyani merupakan seorang guru honorer yang dituding melakukan penganiayaan terhadap muridnya yang merupakan anak dari Aipda Wibowo Hasyim. Kepala SD Negeri 4 Baito, Sanaali, menyatakan tak ada saksi yang menyatakan melihat Supriyani menganiaya muridnya tersebut. Menurut dia, Supriyani hanya pernah menegur muridnya tersebut karena kurang disiplin.

Wibowo lantas melaporkan Supriyani ke Polsek Baito hingga Supriyani ditangkap dan kini tengah menghadapi sidang. Bupati Konawe Selatan turun tangan dengan memediasi Supriyani dengan Wibowo hingga mencapai kesepakatan damai. Namun perempuan yang telah bertahun-tahun menjadi guru honorer tersebut mengeluarkan surat yang menyatakan dia mencabut kesepakatan damai tersebut pada 6 November 2024. 

“Dengan ini menyatakan mencabut tanda tangan dan persetujuan saya dalam surat kesepakatan damai yang ditandatangani di Rujab (Rumah Jabatan) Bupati Konsel pada tanggal 05 November 2024, karena saya dalam kondisi tertekan dan terpaksa dan tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan tersebut,” tulis Supriyani.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |