Telantarkan Istri yang Lagi Hamil hingga Tewas, Pria Palembang Divonis 3 Tahun Penjara

1 day ago 20
Ilustrasi | freepik

PALEMBANG, JOGLOSEMARNEWS.COM  Dalam rumah tangga, seorang suami memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi, menafkahi, serta memastikan istrinya memperoleh perawatan layak ketika sakit.

Kewajiban itu bukan hanya bagian dari nilai-nilai sosial dan agama, tetapi juga diatur dalam undang-undang agar tidak terjadi penelantaran yang membahayakan keselamatan pasangan. Ketika kewajiban tersebut diabaikan, dampaknya dapat berujung serius, sebagaimana kasus tragis yang terjadi di Palembang ini.

Isteri meninggal karena tak terurus, dan suami harus meringkuk di balik jeruji besi setelah palu hakim Pengadilan Negeri Palembang diketuk.  Majelis Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Wahyu Saputra, terdakwa dalam perkara penelantaran istri yang berakhir tragis hingga menghilangkan nyawa sang korban, Sindi Purnama Sari.

Putusan tersebut dibacakan pada Kamis (20/11/2025). Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya mendesak hukuman mati dengan dakwaan pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP. Namun, hakim menilai unsur kesengajaan dan perencanaan tidak terpenuhi sehingga dakwaan utama tidak dapat dibuktikan.

Majelis hakim menetapkan Wahyu bersalah berdasarkan Pasal 49 huruf a UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sesuai dakwaan ketiga dari JPU.

Lingkungan dan Pemerintah Dinilai Lalai

Dalam amar putusannya, hakim menyoroti bahwa tragedi ini tidak hanya disebabkan oleh kelalaian terdakwa semata. Hakim menilai kondisi sosial lingkungan sekitar dan minimnya perhatian pemerintah setempat turut memperburuk keadaan korban.

Menurut hakim, kasus penelantaran berat seharusnya dapat diantisipasi bila perangkat pemerintah maupun masyarakat sekitar peka terhadap situasi keluarga terdakwa yang hidup dalam keterbatasan ekonomi dan minim layanan kesehatan.

“Negara semestinya hadir ketika ada warga hidup dalam kondisi tidak layak. Namun dalam perkara ini, lingkungan dan pemerintah tampak tidak berfungsi,” bunyi petikan pertimbangan hakim.

Jaksa Ajukan Banding

Merespons putusan tersebut, JPU Kejari Palembang menyatakan banding. Mereka menilai hukuman tiga tahun tidak sebanding dengan akibat fatal yang ditimbulkan, yakni hilangnya nyawa korban yang bahkan tengah mengandung tiga bulan.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Eka Sulastri dan Azriyanti, menerima putusan majelis hakim. Mereka menyebut faktor ekonomi keluarga terdakwa merupakan salah satu penyebab utama kelalaian terjadi.

“Terdakwa hanya bekerja sebagai tukang pijat bekam. Kondisi ekonomi yang sulit memperburuk penanganan terhadap korban,” ujar kuasa hukum.

Kondisi Korban Kian Memburuk Sebelum Meninggal

Dalam berkas dakwaan, Wahyu dan Sindi telah lima tahun menikah dan memiliki satu anak. Pada saat kejadian, korban tengah hamil muda.

Sejak November 2024, Sindi mengalami batuk parah dan kondisi fisiknya terus merosot. Meski kondisi semakin kritis memasuki Januari 2025—lemas, sangat kurus, rambut dipenuhi kutu, serta sering muntah—korban tidak mendapatkan perawatan maupun pertolongan medis dari suaminya.

Puncaknya, pada 21 Januari 2025, keluarga korban melihat langsung kondisi Sindi yang sangat mengenaskan dan berinisiatif membawa korban ke RS Hermina Jakabaring. Korban dirawat intensif di ICU.

Dalam perawatan, Sindi mengaku kepada keluarganya bahwa ia tidak diberi makan, tidak diberi obat, dan kerap mendapat ancaman dari suaminya. Namun upaya medis tidak mampu menyelamatkan nyawanya. Sindi meninggal dunia pada 23 Januari 2025 setelah mengalami henti jantung. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |