Terseret Kasus Suap, Gubernur Riau Abdul Wahid Dapat Setoran “Jatah Preman” Rp 2,25 Miliar

2 hours ago 10
Gubernur Riau, Abdul Wahid | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW), sebagai tersangka dalam dugaan kasus pemerasan yang terkait dengan pengelolaan dan penambahan anggaran infrastruktur tahun 2025 di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Penetapan tersangka diumumkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Dalam perkara ini, Abdul Wahid diduga menerima setoran hingga Rp2,25 miliar dari total permintaan sebesar Rp7 miliar yang disebut sebagai bagian dari “jatah preman” proyek.

Selain Abdul Wahid, lembaga antirasuah itu juga menjerat dua pejabat lain di Pemprov Riau, yakni M Arief Setiawan, Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, dan Dani M Nursalam, tenaga ahli gubernur yang disebut menjadi perantara aliran dana.

Menurut Johanis Tanak, kasus ini bermula dari lonjakan anggaran pada Dinas PUPR PKPP Riau untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI. Dari semula Rp71,6 miliar, anggaran itu melonjak menjadi Rp177,4 miliar pada tahun 2025.

“Awalnya disepakati adanya fee sebesar 2,5 persen. Namun kemudian dinaikkan menjadi 5 persen atas permintaan tersangka MAS (M Arief Setiawan), yang diketahui sebagai representasi Gubernur AW,” ujar Tanak.

Permintaan itu tidak sekadar imbauan. Para kepala UPT disebut diancam akan dimutasi atau dicopot jika tak memenuhi permintaan tersebut. Di lingkungan Dinas PUPR PKPP, praktik setoran ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’.

Setelah pertemuan-pertemuan lanjutan, para pejabat di bawah Dinas PUPR menyepakati fee sebesar 5 persen atau senilai Rp7 miliar. Istilah “7 batang” digunakan sebagai kode internal untuk menyebut nominal setoran yang disiapkan bagi sang gubernur.

Dalam praktiknya, uang itu diduga mengalir ke Abdul Wahid dalam beberapa tahap. Pada Juni 2025, sekitar Rp1 miliar diserahkan melalui Dani M Nursalam. Lalu pada November 2025, Rp450 juta kembali diberikan lewat M Arief, dan sekitar Rp800 juta diterima langsung oleh Abdul Wahid.

Dengan demikian, total dana yang sudah diterima mencapai Rp2,25 miliar dari total permintaan Rp7 miliar.

Atas perbuatannya, ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12e, 12f, dan/atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |