REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaksanakan Survei Suara Anak untuk Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan pada 14 April hingga 23 Agustus 2025 di 12 provinsi dengan 1.624 responden anak dan anak disabilitas. Menurut KPAI, penting bagi pemerintah mendengarkan pendapat anak-anak yang sering mengonsumsi hidangan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul maraknya kasus keracunan massal pada naak usai menyantap MBG.
"Penting sekali mendengar temuan dari penerima manfaat program, yaitu anak. Pesan kunci yang kami temukan, pertama, pesan responden anak tentang kewaspadaan mereka melihat kualitas makanan MBG. Hal tersebut menjadi pesan kunci anak-anak agar makanan yang didistribusikan tidak bau atau basi," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Menurut survei KPAI terhadap 1.624 responden anak, ada 583 anak menerima makanan MBG sudah rusak, bau, dan basi. Bahkan, 11 responden menyatakan meski sudah rusak, bau, dan basi, mereka tetap mengonsumsinya karena berbagai sebab.
Ada empat permintaan anak terhadap MBG ke depannya. Pertama, responden anak meminta adanya penyesuaian MBG. Kedua, ada responden anak yang meminta agar kualitas makanan dan wadah makan MBG diperbaiki karena kerap muncul bau tidak sedap dari wadah makan MBG.
Anak juga pernah beberapa kali menemukan ulat pada buah atau sayur yang dihidangkan. "Ketiga, anak meminta kualitas makanan bisa tetap terjaga saat dihidangkan. Karena, makanan yang sudah tidak segar membuat mereka malas untuk menyantapnya," kata Jasra Putra.
Keempat, responden anak menyampaikan setuju dengan adanya program MBG, karena memakan makanan bergizi itu sangat penting dan banyak manfaat yang akan didapatkan. Survei suara anak tersebut terselenggara berkat kerja sama KPAI dengan organisasi nirlaba CISDI dan Wahana Visi Indonesia (WVI).
KPAI meminta pemerintah mengevaluasi pelaksanaan Program MBG menyusul maraknya kasus keracunan massal pada anak setelah menyantap hidangan MBG. Menurut KPAI, kasus keracunan MBG terus meningkat bukan menurun.
"Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak. Artinya pemerintah perlu evaluasi menyeluruh program MBG," kata Jasa Putra.
Pihaknya sangat menyesalkan banyaknya kasus keracunan MBG di berbagai daerah. Menurut dia, daya tahan tubuh anak berbeda dengan orang dewasa sehingga tubuh anak lebih rentan mengalami sakit.
"Saya kira pertahanan anak sekecil itu, sangat berbeda dengan orang dewasa. Kita tahu kondisi anak tidak mudah mendeskripsikan kondisi kesehatannya. Apalagi bila menghadapi keluarga yang kurang perhatian atau kurang peka terhadap kondisi anak," kata Jasra Putra.
sumber : Antara