TikTok Berhenti Beroperasi di AS Besok Sebelum Donald Trump Dilantik, Alasannya?

8 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - TikTok berencana untuk menutup operasi aplikasi media sosialnya yang digunakan oleh 170 juta orang Amerika Serikat (AS) pada Minggu, 19 Januari 2025 tepat sehari sebelum Donald Trump dilantik menjadi Presiden AS.

Sementara itu dinukil dari US News, Presiden Terpilih Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan perintah eksekutif guna menangguhkan pemberlakuan shutdown selama 60 hingga 90 hari seperti dilaporkan The Washington Post. Namun, laporan tersebut tidak menyebutkan bagaimana Trump dapat melakukan hal tersebut secara hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keinginan Trump ini berbanding terbalik dengan sikapnya pada 2020 lalu. Ketika itu, dia mencoba memblokir aplikasi tersebut dari Amerika Serikat dan memaksa TikTok menjual sahamnya ke perusahaan Amerika Serikat agar kepemilikannya tidak berada sepenuhnya di Cina.

Sikap Donald Trump ini diduga dipengaruhi pertemuan dia dengan CEO TikTok Shou Zi Chew pada Desember 2024. Trump mendukung agar TikTok tetap beroperasi di Amerika Serikat setidaknya untuk sementara waktu. TikTok telah membantunya dengan tayangnya miliaran video di media sosial saat masa kampanye pemilihan presiden.  

Undang-undang yang ditandatangani pada April mengamanatkan larangan pengunduhan TikTok baru di toko aplikasi Apple atau Google jika perusahaan induk Cina, ByteDance, gagal untuk melepaskan situs tersebut.

Pengguna yang telah mengunduh TikTok secara teoritis masih dapat menggunakan aplikasi ini, kecuali bahwa undang-undang ini juga melarang perusahaan-perusahaan AS mulai Minggu, 19 Januari nanti untuk menyediakan layanan yang memungkinkan distribusi, pemeliharaan, atau pembaruan aplikasi ini.

Trump mengatakan bahwa dia harus memiliki waktu setelah menjabat untuk mengejar “resolusi politik” atas masalah ini.

“TikTok sendiri adalah platform yang fantastis,” kata penasihat keamanan nasional Trump yang baru, Mike Waltz, kepada Fox News pada Rabu, 15 Januari 2025. “Kami akan menemukan cara untuk melestarikannya namun tetap melindungi data pengguna.”

The New York Times secara terpisah melaporkan bahwa CEO Tiktok telah diundang untuk menghadiri pelantikan Presiden terpilih dan duduk di “posisi kehormatan”.

Di sisi lain, seorang pejabat Gedung Putih mengatakan kepada Reuters pada Rabu, Presiden Joe Biden tidak memiliki rencana untuk melakukan intervensi untuk memblokir larangan pada hari-hari terakhir masa jabatannya jika Mahkamah Agung gagal bertindak dan menambahkan bahwa Biden secara hukum tidak dapat melakukan intervensi jika tidak ada rencana yang dapat dipercaya dari ByteDance untuk mendivestasi TikTok.

Namun, sebuah laporan NBC kemudian mengatakan bahwa pemerintahan Biden telah mempertimbangkan opsi-opsi untuk menjaga agar platform media sosial tetap tersedia bagi para pengguna setelah larangan Federal pada Minggu, 19 Januari 2025.

Adapun, Mahkamah Agung AS saat ini sedang memutuskan apakah akan menegakkan hukum dan mengizinkan TikTok dilarang pada Minggu, membatalkan hukum, atau menjeda hukum untuk memberi pengadilan lebih banyak waktu untuk membuat keputusan.

Untuk diketahui, menutup TikTok di AS dapat membuatnya tidak tersedia bagi pengguna di banyak negara lainnya, kata perusahaan dalam pengajuan pengadilan bulan lalu, karena ratusan penyedia layanan di AS membantu membuat platform ini tersedia bagi pengguna TikTok di seluruh dunia dan tidak dapat lagi melakukannya mulai Minggu.

Sebelumnya, Presiden Joe Biden pada April lalu menandatangani undang-undang yang mengharuskan ByteDance untuk menjual aset-asetnya di Amerika Serikat pada 19 Januari, atau menghadapi larangan nasional. Minggu lalu, Mahkamah Agung tampaknya cenderung untuk menegakkan hukum, meskipun ada seruan dari Trump dan anggota parlemen untuk memperpanjang tenggat waktu.

TikTok dan ByteDance telah meminta penundaan implementasi undang-undang tersebut, yang menurut mereka melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS yang melindungi kebebasan berbicara dari pemerintah.

TikTok mengatakan dalam pengajuan pengadilan bulan lalu bahwa mereka memperkirakan sepertiga dari 170 juta penggunanya di Amerika akan berhenti mengakses platform tersebut jika pelarangan berlangsung selama satu bulan.

Fuza Nihayatul Chusna berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |