Upaya Lowewini Merawat Ruang Aman Lewat Taman Baca

1 month ago 33

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 23 April 2019, yang diperingati sebagai Hari Buku Sedunia, Linda Tagie dan delapan kawan perempuannya mendirikan sebuah komunitas di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang diberi nama Lowewini. Dalam bahasa Sabu, ‘Lowewini’ berarti bersama-sama lebih baik daripada sendiri. Perjalanan Linda dan kawan-kawannya dimulai dengan membuka sebuah Taman Baca Masyarakat.

“(Nama) itu sebenarnya diambil sebagai bentuk kesadaran bahwa untuk mengkampanyekan isu pemberdayaan perempuan, terutama isu kekerasan seksual, membutuhkan orang dalam jumlah yang lebih banyak,” kata Linda ketika dihubungi Tempo pada Rabu, 4 Desember 2024. 

Berbeda dengan Taman Baca lainnnya, fokus utama Lowewini adalah untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi bagi anak-anak dan remaja—termasuk bagaimana mengidentifikasi ancaman kekerasan seksual yang ada di sekitar mereka.

Menurut Linda, anak-anak dan remaja perempuan adalah kelompok yang paling rentan mengalami kekerasan seksual. “Ditambah lagi diskursus tentang tubuh dan juga tentang isu-isu seksualitas di NTT itu sangat tabu. Jadi perempuan itu hampir tidak mengenal tubuhnya sendiri,” ucap seniman teater itu. 

Anak-anak yang belajar dan bermain di Lowewini datang dari berbagai usia, mulai dari 4 sampai 18 tahun. Oleh karena itu, kata Linda, materi yang diberikan pun disesuaikan dengan usia mereka masing-masing. Untuk anak-anak kelas 4 SD ke atas, misalnya, mereka diajarkan tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, serta risiko aktivitas seksual. 

“Aktivitas belajarnya itu kami rancang dalam bentuk permainan tradisional, misalnya dengan lompat tali, lalu nanti yang menang harus menjelaskan apa saja alat reproduksi dan bagaimana cara merawatnya,” kata Linda. Selain mengadakan kelas, komunitas ini juga melakukan pendekatan kepada orang tua dengan mendatangi rumah mereka satu per satu. Linda mengatakan pendekatan ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman. Sehingga, para orang tua juga bisa memahami urgensi dari pendidikan seksual. 


Mendampingi Remaja Penyintas Kehamilan Tidak Direncanakan 


Selain menghadirkan kelas di Taman Baca, Lowewini juga menghadirkan pendidikan seksual ke sekolah-sekolah melalui program Lowewini Goes to School. Tidak hanya itu, Lowewini juga mendampingi remaja perempuan yang terpaksa putus sekolah karena mengalami Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD). 

Linda bercerita bahwa dirinya sendiri merupakan penyintas kekerasan seksual di usia belia yang berakibat pada KTD. “Kemudian aku di-drop out dari sekolah dan aku butuh waktu 14 tahun untuk berdamai dengan pengalaman aku untuk kemudian bisa bilang ke orang-orang bahwa aku adalah penyintas,” ungkap dia. 

Tak ingin anak perempuan lainnya mengalami hal yang sama, Linda bersama dengan komunitasnya bergerak memberikan pendampingan bagi remaja penyintas KTD untuk bisa kembali bersekolah. Dengan begitu, para remaja perempuan tersebut tetap bisa melanjutkan hidup mereka dan mendapatkan pekerjaan yang layak. 

Sepanjang 2023, Lowewini telah mendampingi sebanyak 5 orang penyintas yang berusia 16 hingga 23 tahun. Menurut Linda, rata-rata penyintas tidak ingin kembali ke sekolah mereka yang lama karena tidak merasa aman di lingkungan tersebut. “Jadi cara paling aman itu adalah kami melakukan pendekatan ke sekolah supaya sekolah mau mengeluarkan surat rekomendasi atau surat pindah dan anak-anak ini biasanya pindah ke luar kota untuk melanjutkan pendidikan,” ucap dia.

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2023, terjadi ribuan kasis kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kekerasan terhadap perempuan mencapai 1.850 kasus yang mencakup KDRT, kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual. Sementara itu jumlah kasus kekerasan terhadap anak mencapai 3.750 kasus yang mencakup kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan eksploitasi seksual. 

Sementara itu di tingkat nasional, Catatan Tahunan Komnas Perempuan mendata sebanyak 289.111 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2023. Dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP) yang dimulai 25 November hingga 10 Desember 2024, Komnas Perempuan menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat upaya perlindungan bagi korban kekerasan berbasis gender. 

“Dengan mendukung korban, melaporkan kasus kekerasan, dan menyuarakan solidaritas di berbagai platform, kita dapat bersama-sama menciptakan Indonesia yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dalam keterangan resmi pada 25 November 2024. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |