JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus Silfester Matutina, pendukung Jokowi yang sampai sekarang belum juga dieksekusi, diyakini bakal terkatung-katung. Pasalnya, Kejaksaan Agung selalu “lempar bola” ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ketika ditanya mengenai progres kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menegaskan eksekusi terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) itu menjadi wewenang penuh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Menurutnya, ranah pelaksanaan eksekusi sepenuhnya berada di tangan jaksa eksekutor di tingkat kejaksaan negeri.
“Kalau soal eksekusi Silfester Matutina, itu sudah ranahnya eksekutornya Kejari Jakarta Selatan. Mereka yang lebih tahu,” ujar Anang di Jakarta, Jumat (12/9/2025). Ia menambahkan, Kejari Jaksel sebelumnya telah memanggil Silfester, namun perkembangan terbaru belum ia ketahui.
Anang meminta media menanyakan langsung ke pihak Kejari Jakarta Selatan. “Seingat saya sudah ada pemanggilan terhadap yang bersangkutan. Silakan dicek ke Kejari Selatan, langkah-langkah apa yang sedang mereka lakukan,” katanya lagi.
Sampai berita ini disiarkan, pihak Kejari Jakarta Selatan belum memberikan keterangan resmi terkait progres eksekusi tersebut. Padahal, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebelumnya menegaskan bahwa dirinya sudah memerintahkan jajarannya mengeksekusi Silfester Matutina. “Kami sudah meminta (eksekusi) sebenarnya. Dan Kejari Jakarta Selatan sekarang sedang mencari keberadaan yang bersangkutan,” ungkap Burhanuddin beberapa waktu lalu.
Proses yang tak kunjung selesai ini memunculkan gugatan hukum. Kejari Jakarta Selatan digugat perdata oleh Mohammad Husni Thamrin melalui kuasa hukumnya Heru Nugroho dan R. Dwi Priyono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 847/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL. Sidang perdana dijadwalkan 28 Agustus 2025, menarik pula Kejaksaan Agung, Kejati DKI, hingga hakim pengawas sebagai turut tergugat.
Kuasa hukum penggugat menyatakan lambannya eksekusi putusan inkrah Silfester Matutina melanggar kewajiban jaksa sebagaimana diatur UU Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 dan Pasal 270 KUHAP. Mereka menilai pembiaran ini berpotensi mencederai prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law) serta bisa menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Silfester Matutina sendiri divonis 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2019 atas perkara pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Putusan tersebut sudah dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung dan berkekuatan hukum tetap. Namun, hingga kini Silfester belum juga menjalani hukuman.
Kasus ini bermula dari laporan hukum yang diajukan kuasa hukum Jusuf Kalla pada Mei 2017. Silfester kala itu diduga menyebarkan fitnah lewat orasi. Meski perkara telah tuntas di pengadilan, proses eksekusi justru berlarut-larut. Di saat bersamaan, Kejari Jakarta Selatan juga tengah menghadapi gugatan hukum lain terkait lambannya eksekusi, bahkan pernah absen di sidang praperadilan yang digelar pada 25 Agustus 2025 sehingga sidang ditunda ke 1 September.
Hingga kini, publik masih menunggu langkah nyata dari aparat kejaksaan. Penundaan eksekusi Silfester Matutina dinilai dapat menjadi ujian serius bagi komitmen aparat penegak hukum dalam menjunjung kepastian hukum dan kesetaraan di hadapan hukum. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.