SATUAN Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta membubarkan aksi kemah menuntut pencabutan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI di depan Gedung MPR/DPR/DPD pada Rabu, 9 April 2025. Para peserta aksi telah berkemah di depan gerbang parlemen selama 82 jam, sebelum akhirnya dibubarkan oleh Satpol PP.
Menurut seorang peserta aksi, Dane, dia ikut bergabung setelah mengetahui informasi soal aksi dari media sosial. “Saya tahu dari Instagram, kebetulan juga tinggal tidak jauh dari lokasi, jadi memutuskan untuk ikut," kata Dane saat ditemui pada Rabu.
Namun saat tiba di lokasi sekitar pukul 15.30 WIB, Dane menyaksikan aparat Satpol PP sudah membubarkan massa aksi. “Satpol bilang ini sudah SP3, sudah diberi peringatan ketiga. Jadi dibubarkan,” ujarnya.
Dia menuturkan tenda-tenda milik peserta aksi juga diambil oleh Satpol PP, sementara polisi terlihat berjaga di beberapa sudut lokasi.
Pembubaran paksa aksi itu mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Amnesty International Indonesia, misalnya, mendesak Gubernur Jakarta Pramono Anung menegur Satpol PP karena membubarkan aksi kemah tersebut.
Amnesty menilai pembubaran demonstrasi tersebut melanggar kebebasan berekspresi. “Gubernur harus memberikan teguran kepada Satpol PP dan memberikan instruksi yang jelas terkait perlindungan segala bentuk aksi damai yang berada di wilayah pemerintahan Jakarta,” kata juru bicara Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, dalam keterangan resmi pada Kamis, 10 April 2025.
Haeril juga mengingatkan pertemuan Pramono dengan Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard pada Maret lalu. Dalam pertemuan itu, Haeril menyebutkan Pramono berkomitmen melindungi apa pun wujud demonstrasi damai di wilayah Jakarta. “Tindakan Satpol PP tersebut tidak sejalan dengan komitmen Gubernur Pramono,” ucap Haeril.
Dia menegaskan segala bentuk demonstrasi damai, baik itu orasi di jalan maupun perkemahan, merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh undang-undang. “Pada prinsipnya, demo yang damai tidak boleh dibubarkan oleh aparat, baik polisi apalagi Satpol PP,” ujarnya.
Pramono Anung Tegur Kepala Satpol PP Jakarta
Merespons tindakan Satpol PP itu, Pramono Anung mengaku kecewa kepada Satpol PP yang membubarkan aksi tolak UU TNI di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta. Dia berujar pembubaran aksi bukan tugas Satpol PP. “Saya sungguh sangat kecewa,” kata dia saat mengunjungi Jakarta International Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis.
Pramono mengatakan Satpol PP tidak boleh membubarkan demonstrasi. Dia menyebutkan Satpol PP Jakarta tidak seharusnya mengambil tindakan pembubaran paksa tersebut. “Bagi saya pribadi, enggak boleh terjadi Satpol PP melakukan itu. Itu bukan tugas Satpol PP,” kata Pramono.
Sekretaris Kabinet era Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi itu berujar dia telah menegur langsung Kepala Satpol PP Jakarta Satriadi Gunawan atas tindakan tersebut.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP itu, kejadian pembubaran aksi oleh Satpol PP tidak bisa terulang lagi di masa depan. “Saya bilang ini tidak boleh terjadi kembali. Kepala dinasnya tadi malam kurang lebih jam 07.00 WIB saya tegur sendiri secara langsung,” ucapnya.
Juru bicara Gubernur Jakarta Chico Hakim menyatakan pembubaran aksi kemah di Gedung MPR/DPR/DPD oleh Satpol PP Jakarta bukan instruksi Pramono Anung. Chico mengklaim Pramono tidak mengarahkan Satpol PP untuk datang ke lokasi aksi. “Pastinya bukan (instruksi Gubernur),” kata Chico melalui pesan pendek pada Kamis.
Kepala Satpol PP Jakarta Minta Maaf
Adapun Kepala Satpol PP Jakarta Satriadi Gunawan meminta maaf setelah satuannya membubarkan paksa aksi kemah tolak UU TNI di depan Gedung MPR/DPR/DPD. “Kami menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa yang terjadi dalam aksi di DPR pada Rabu sore,” kata dia melalui keterangan tertulis pada Kamis.
Satriadi mengakui cara satuannya membubarkan paksa para demonstran tidak tepat. Dia berjanji akan mengedepankan dialog dalam menghadapi unjuk rasa. “Agar situasi tetap kondusif dan aspirasi masyarakat tetap tersampaikan tanpa menimbulkan gesekan,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan langkah pembubaran paksa memang bukan cara yang tepat untuk menangani demonstran. Namun Satpol PP Jakarta ingin memastikan hak menyampaikan pendapat di muka umum tetap terjaga. “Sejalan dengan ketertiban umum dan kenyamanan masyarakat,” tuturnya.
Dia menyebutkan Satpol PP akan berusaha lebih baik, termasuk dalam menangani aksi unjuk rasa. “Pendekatan humanis dan komunikatif akan kami jadikan standar dalam setiap pengamanan,” ujar dia.
Sultan Abdurrahman, Dani Aswara, dan Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Pro Kontra atas Gagasan Indonesia Tampung Pengungsi Gaza