Alasan Aceh Memiliki Komisi Independen Pemilihan dan Partai Lokal dalam Kontestasi Politik

2 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai melaksanakan rapat pleno untuk menetapkan gubernur dan wakil gubernur terpilih pada kontestasi Pilkada 2024 lalu. Meski begitu, hal berbeda terjadi di Provinsi Aceh. Gubernur dan wakil gubernur aceh ditetapkan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi Aceh. 

KIP Aceh menggelar rapat pleno terbuka pada Kamis, 9 Januari 2024. Rapat pleno tersebut dipimpin Ketua KIP Provinsi Aceh Agusni AH serta didampingi para anggota lembaga penyelenggara pemilihan umum dan dihadiri Penjabat Gubernur Aceh Safrizal, unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Aceh, unsur partai politik serta undangan lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasangan Muzakir Manaf dan Fadhullah meraih 1.492.846 suara atau 53,27 persen. Pasangan ini diusung koalisi partai lokal dan nasional yakni Partai Aceh, Partai Nanggroe Aceh (PNA), Gerindra, Demokrat, PPP, PKS, PKB, dan PDI Perjuangan.

Ketua KIP Provinsi Aceh Agusni WH mengatakan penetapan gubernur dan wakil gubernur hasil pemilihan pada 2024 dilakukan setelah tidak ada perselisihan hasil pemilihan berdasarkan surat dari Mahkamah Konstitusi.

"Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih pada Pilkada 2024 setelah Mahkamah Konstitusi menyurati KPU RI yang menyebutkan tidak ada perselisihan hasil pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2024," katanya.

Alasan KIP di Aceh dan Partai Lokal

Dilansir dari laman kipaceh.kpu.go.id, Aceh merupakan salah satu daerah yang diberikan keistimewaan oleh Pemerintah Pusat pasca perdamaian. Aceh memiliki kekhususan di berbagai bidang. Dalam hal ini pemilu dan pemilihan di Aceh memiliki sistem tersendiri dalam menjalankan dan melaksanakan berbagai tahapan pemilu dan pemilihan. 

Aceh memiliki warna tersendiri dalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan. Hal ini dikarenakan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang Pemerintahan Aceh wajib dipelajari dan diimplementasikan dalam kehidupan rakyat Aceh menuju Aceh mulia dan maju dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan 2024 Aceh memiliki aturan sendiri. Sistem pemilu dan pemilihan 2024 di Aceh berpegang pada Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016 dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 sebagaimana telah diubah menjadi Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024.

Aceh dalam menyelenggarakan pemilu 2024 memakai Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2016 tentang penyelenggara pemilu dan pemilihan di Aceh kecuali hal yang tidak diatur dalam Qanun maka berpedoman pada PKPU.

Selain itu, dalam Pemilu 2024, turut serta pula partai politik lokal di Aceh, yakni Partai Aceh, Partai Adil Sejahtera Aceh (PAS Aceh), Partai Generasi Aceh Beusaboh Tha’at dan Taqwa, Partai Darul Aceh, Partai Nanggroe Aceh, Partai Sira. 

Dilansir dari laman Kanal Pengetahuan Fakultas Hukum UGM, disebutkan bahwa adanya partai lokal di Aceh tidak terlepas dari perjanjian perdamaian antara Pemerintah Indonesia dengan Aceh. Perjanjian damai tersebut kemudian dikenal dengan Kesepakatan Helsinki. Kesepakatan damai yang ditandangani oleh Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 tersebut menjadi suatu babak baru bagi hubungan antara Jakarta dengan Aceh.

Sebelumnya, sudah sejak 1977 terjadi konflik antara GAM dengan Pemerintah Indonesia. Konflik tersebut disebabkan karena masyarakat Aceh yang merasa tidak puas dan merasa terpinggirkan karena distribusi sumber daya alam di Aceh tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Aceh. Hal ini yang membuat Hasan Tiro memantik rakyat Aceh supaya melawan Jakarta atas ketidakadilan tersebut.

Setelah berkonflik hampir 30 tahun, Pemerintah Indonesia dan GAM pun sepakat untuk berdamai dan sama-sama naik ke meja perundingan. Pada akhirnya, lahir Kesepakatan Helsinki yang ditandatangani kedua belah pihak.

Setelah adanya kesepakatan damai tersebut, kehidupan masyarakat Aceh mulai menjadi lebih baik dan Provinsi Aceh diberikan status otonomi khusus sehingga Aceh dapat mengatur kehidupan ekonomi, politik, dan hukum secara mandiri.

Hal ini pula yang menjadi dasar lahir dan berdirinya partai politik lokal Aceh. Selain itu, kehadiran parpol lokal Aceh merupakan sebuah hal yang tercantum dalam Kesepakatan Helsinki yang pada akhirnya menghasilkan suatu produk hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh

Eiben Heizer berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |