Alasan Kuat Menjalani Puasa Secara Psikologi

6 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Pernahkah Anda berpikir, mengapa diri ini kuat menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadan? Adakah alasan kuat berpuasa secara psikologi?

Kalau melihat dari segi ajaran agama, hal yang membuat Anda kuat menjalani ibadah puasa karena semata-mata ingin menjalani perintah Yang Maha Kuasa. Dari segi kesehatan, ternyata berpuasa menyehatkan tubuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fakta menarik lainnya, rupanya ada penjelasan ilmiah lain dari segi keilmuan psikologi yang menjelaskan alasan Anda kuat berpuasa. Mari simak penjelasannya berikut ini.

Alasan Kuat Berpuasa Secara Psikologi

Merujuk dari situs Binus University Faculty of Humanities, ternyata seseorang bisa kuat menjalani puasa satu hari penuh karena memiliki semangat di bawah alam sadar untuk menjalaninya.

Semangat yang dimaksud ialah upaya memiliki alasan kuat untuk menjalani puasa. Alasan tersebut dikelompokkan menjadi niat, self-efficacy, self-control, dan reward. Berikut ini penjelasan masing-masing alasan tersebut.

1. Niat Puasa

Ketika seseorang berniat untuk berpuasa, ia secara sadar menyatakan bahwa hari itu akan menjalani puasa. Pernyataan niat ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk komunikasi internal kepada tubuh bahwa dalam sehari ke depan tidak akan ada asupan makanan dan minuman. 

Tubuh merespons dengan menyiapkan mekanisme bertahan agar tetap berfungsi meskipun tanpa asupan energi. Niat tersebut berperan sebagai motivasi internal yang membantu tubuh tetap bersemangat menjalani aktivitas sehari-hari.

Selain sebagai bentuk kesiapan batin, niat puasa juga memberi sinyal kepada tubuh bahwa menahan makan dan minum hanya berlangsung hingga waktu yang telah ditentukan, yaitu saat berbuka puasa pada waktu magrib. 

Kesadaran ini membuat tubuh lebih mudah beradaptasi dan mengelola energi secara efisien. Dengan demikian, niat bukan hanya aspek spiritual, tetapi juga memiliki dampak biologis yang membantu tubuh bertahan selama menjalani puasa.

2. Self Efficacy

Aspek kedua yang berperan dalam puasa adalah self-efficacy, yaitu keyakinan individu terhadap kemampuan diri dalam menjalani aktivitas tertentu. 

Dalam konteks puasa, self-efficacy berarti keyakinan bahwa seseorang mampu menahan lapar, haus, dan godaan lainnya selama berpuasa. Kajian psikologis menunjukkan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh positif terhadap aktivitas yang dijalani individu. Misalnya, penelitian oleh Suprayogi et al. (2017) menemukan bahwa guru dengan self-efficacy tinggi mampu melaksanakan kegiatan pengajaran dengan lebih baik.

Saat berniat untuk berpuasa, seseorang secara tidak langsung membangun self-efficacy dalam dirinya. Keyakinan ini memperkuat tekad bahwa ia mampu menahan rasa lapar dan haus hingga waktu berbuka. 

Dengan self-efficacy yang tinggi, individu akan lebih mampu mengendalikan diri dan menolak godaan makanan atau minuman yang muncul selama berpuasa. Keyakinan ini menjadi kekuatan psikologis yang membantu seseorang menjalani ibadah puasa dengan baik dan penuh kesadaran.

3. Self Control

Aspek ketiga yang mendukung pelaksanaan puasa adalah self-control atau pengendalian diri. Self-control diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengubah dan menyesuaikan perilaku agar selaras dengan aturan dan tuntutan lingkungan. 

Penelitian oleh Tangney et al. (2004) menunjukkan bahwa individu dengan self-control yang tinggi cenderung lebih baik dalam menyesuaikan diri terhadap aturan, memiliki hubungan sosial yang harmonis, keterampilan interpersonal yang lebih baik, dan respons emosional yang optimal.

Dalam konteks puasa, self-control berperan penting dalam membantu individu menahan makan dan minum selama waktu yang ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan seseorang beradaptasi dengan aturan puasa tanpa merasa terbebani. 

Dengan self-control yang kuat, individu lebih mampu menahan godaan, sehingga rasa lapar dan haus tidak terlalu terasa dibandingkan ketika tidak berpuasa. Pengendalian diri ini menjadi kunci dalam menjaga komitmen dan kualitas ibadah puasa sepanjang hari.

4. Reward

Aspek selanjutnya adalah reward atau hadiah yang dijanjikan kepada orang yang berpuasa berupa pahala dan keistimewaan dari Tuhan. Reward ini berperan sebagai motivasi eksternal yang mendorong individu untuk menjalani puasa dengan penuh kesabaran.

Keyakinan akan balasan yang dijanjikan membuat seseorang lebih mampu menahan rasa lapar dan dahaga, serta memperkuat tekad dalam menjalankan ibadah hingga waktu berbuka. Yuk, semangat beribadah!

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |