TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Firman Subagyo meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) usulan DPR sejalan dengan kebijakan pemerintah. Menurut dia, hal itu diperlukan agar setiap RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional bisa rampung tanpa ada kendala.
“Kalau bisa prioritas RUU yang diusulkan bisa mendukung rencana kerja pemerintah,” kata Subagyo dalam rapat Baleg, Selasa, 12 November 2024.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan saat ini prioritas pemerintah ada pada swasembada pangan, swasembada energi, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen. Dia mengatakan DPR bisa membaca target tersebut dan mengakomodasi dalam bentuk regulasi.
Subagyo mengatakan ketika sejalan dengan kebijakan pemerintah, RUU yang diusulkan dalam Prolegnas prioritas 2025 bisa dirampungkan sesegera mungkin. Namun, ujar dia, DPR dan pemerintah tetap harus berpijak pada pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan dan melibatkan partisipasi publik.
Dia juga menekankan kepada para pimpinan komisi untuk mengusulkan RUU yang terukur. Pasalnya, dia melihat pada periode sebelumnya, DPR hanya berhasil mengesahkan 36 dari 256 RUU Prolegnas 2019-2024.
“Kinerja DPR yang mudah diukur adalah legislasi, karena ini akan menjadi sorotan publik. Oleh karena itu kami ingin program legislasi yang terukur dan bisa diselesaikan. Ini harus menjadi rasionalitas dalam mengajukan RUU,” ujarnya.
Subagyo melanjutkan, selain terukur, dia meminta agar RUU yang sudah memiliki daftar inventarisasi masalah untuk segera dibawa di paripurna.
Hal senada juga disampaikan anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sturman Panjaitan. Dia mengatakan agar bisa mencapai target jangka pendek, setiap komisi sebaiknya mengusulkan paling banyak dua RUU dalam setahun sebagai prioritas tahunan.
“Cukup dua, tapi simultan diselesaikan dengan catatan jangan melanggar aturan pembentukan undang-undang. Itu harus dan tidak boleh tidak. Pengalaman lima tahun yang lalu, banyak hal yang masih kurang dalam hal pelibatan partisipasi publik,” katanya.
Meski sudah menyampaikan RUU yang akan masuk daftar Prolegnas prioritas 2025, Sturman meminta agar pimpinan komisi meninjau ulang usulan tersebut.
“Mana yang kira-kira pemerintah juga tertarik untuk membahasnya. Karena kalau pemerintah tidak tertarik membahasnya, maka itu tidak bisa dibahas,” katanya.
Harus Jawab Kebutuhan Publik
Sementara itu, peneliti bidang hukum dari The Indonesian Institute (TII), Christina Clarissa Intania, menyoroti minimnya pelibatan publik dalam penyusunan program legislasi nasional. Dia juga tidak melihat DPR punya agenda setting untuk kepentingan publik dalam menyusun Prolegnas prioritas.
“Terutama untuk RUU yang sudah lama tersangkut di daftar prolegnas, tapi belum juga disahkan,” kata Christina melalui siaran pers yang diterima Tempo, Selasa, 12 November 2024.
Christina mengatakan komisi di DPR seharusnya memiliki agenda setting dalam mengusulkan rancangan undang-undang yang dimasukkan dalam prolegnas prioritas. Sebab, ujar dia, indikator sebuah RUU masuk dalam prolegnas prioritas juga harus memperhatikan kebutuhan publik.
Christina berpendapat penetapan RUU yang dijadikan prioritas tidak bisa hanya berdasarkan persinggungan dengan kinerja pemerintah saja. Dia mengatakan aspek seperti kebutuhan hukum yang nyata di masyarakat dan urgensinya terhadap kemaslahatan orang banyak perlu juga menjadi pertimbangan.
Dia mengatakan beberapa RUU yang seharusnya dijadikan prioritas seperti RUU Masyarakat Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga justru tidak masuk dalam prolegnas. Kedua RUU tersebut sudah mengendap di DPR dan tak kunjung disahkan.
Di lain sisi, dia menilai, harusnya Badan Legislasi DPR bisa berinovasi dalam menyusun prolegnas prioritas. Terlebih saat ini DPR sudah memiliki Badan Aspirasi Masyarakat. “Seharusnya hal ini bisa menjadi motivasi baru juga untuk berinovasi dalam manajemen penyusunan RUU yang lebih efektif dan mengedepankan partisipasi bermakna,” katanya.
Christina berujar, DPR hanya perlu beradaptasi dan berbenah dalam teknis penyusunan RUU dengan lebih melibatkan publik. Ketika publik terlibat dalam penyusunan prolegnas prioritas, kata Christina, maka kualitas draft RUU yang dihasilkan bisa lebih baik.
“Publik perlu aktif menyuarakan isu yang penting untuk disorot DPR sebagai bentuk kebutuhan hukum yang nyata di masyarakat. Dalam menetapkan daftar Prolegnas, DPR harus berdialog dengan lebih banyak pihak, tidak hanya bersama pemerintah,” katanya.
Adapun Baleg DPR telah menerima 83 RUU yang akan menjadi inisiatif DPR dalam Prolegnas 2024-2029. RUU usulan DPR itu disampaikan oleh masing-masing pimpinan komisi dalam rapat pleno Baleg pada Selasa, 12 November 2024.