Apakah Pelapor Kasus Pembunuhan oleh Polisi Bisa Menjadi Justice Collaborator

1 month ago 45

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Albert Aries, menilai Muhammad Haryono, supir taksi online yang dijadikan tersangka usai mengadukan kasus dugaan pembunuhan oleh anggota Polisi, bisa dijadikan Justice Collaborator jika tanpa keterangannya kasus ini sulit terungkap.

"Layak atau tidaknya Haryono mendapatkan status sebagai Saksi Pelaku (Justice Collaborator) dan mendapat perlindungan dari LPSK tergantung pemenuhan syarat," ucap dia melalui whatsapp pada Sabtu, 21 Desember 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Albert menjelaskan, berdasarkan UU No. 13 Tahun 2006 Jo. UU No 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Justice Collaborator atau Saksi Pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

"Justice collaborator merupakan kesediaan yang merupakan inisiatif dari salah satu pelaku tindak pidana tertentu (yang bukan pelaku utama) untuk mengakui kejahatan dan membantu pengungkapan," ucap dia. 

Menurutnya, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk memberikan status JC. Syarat tersebut yakni, sifat penting dari keterangan yang akan diberikan; Ia bukan sebagai pelaku utama dari tindak pidana yang diungkap; dan adanya ancaman nyata atau kekhawatiran akan terjadinya ancaman;. 

"Tekanan secara fisik atau psikis terhadap yang bersangkutan (Haryono) atau Keluarganya, jika ia mengungkapkan fakta yang sebenarnya," tutur Albert. 

Ia menuturkan, yang dapat menilai pemenuhan syarat tersebut adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Jika LPSK sudah mengabulkan dan membuat perjanjian dengan Haryono untuk diberikan perlindungan sebagai Saksi Pelaku, maka selanjutnya Hakim yang akan memutuskan permohonan JC tersebut. 

"Tapi nanti hakim yg menentukan dalam putusannya seperti Richard Eliezer saja," ucapnya. 

Albert menyebut, jika permintaan JC Haryono dikabulkan, maka ia tidak dapat dituntut secara hukum atas keterangan atau laporan polisi yang ia buat.  

"Kesaksiannya dapat diberikan penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana dan pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lainnya," tuturnya. 

Sebelumnya, Muhammad Haryono mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam pengungkapan kasus dugaan pembunuhan oleh Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto.

"Berkaitan dengan ajuan JC, dari pihak kuasa hukumnyanya sudah berkoordinasi dengan penyidik untuk ajukan JC," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalimantan Tengah Komisaris Besar Erlan Munaji melalui Whatsapp pada Jumat, 20 Desember 2024.

Kasus pembunuhan ini terungkap usai Haryono mendatangi Polrestabes Palangkaraya pada 10 Desember 2024. Haryono mengadukan bahwa mayat tanpa identitas yang ditemukan di Katingan Hilir pada 6 Desember merupakan korban penembakan oleh Brigadir Anton.

Saat Anton dijadikan tersangka pada 17 Desember lalu, Haryono pun turut terseret dan ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Erlan, Haryono terbukti terlibat dalam pembunuhan tersebut. Alasannya, Haryono saat itu tidak sedang memberikan pelayanan transportasi, melainkan telah bersekongkol dengan Brigadir Anton untuk bertemu di KM 1 Jl. Tjilik Riwut, Palangkaraya. 

"AK menghubungi H diajak ketemu di Jalan Tjilik Riwut Km 1 Palangka Raya untuk diajak mencari mobil yang tidak ada surat-suratnya," kata Erlan dalam keterangan resminya pada Rabu, 18 Desember 2024. 

Selain itu, Haryono juga berperan membantu Anton membuang jasad korban ke dalam parit di wilayah Katingan. 

"Sebelumnya, H juga membantu memindahkan posisi senjata api dari dashboard mobil ke bawah kursi tempat duduk korban, atau di depan tersangka AK yang duduk di kursi tengah," tutur Erlan. 

Peran Haryono lainnya adalah turut membantu Anton membersihkan noda darah yang ada di dalam mobil, menggunakan genangan air di pinggir jalan antara Katingan dan Palangka Raya. Haryono juga membawa mobil tersebut ketempat pencucian mobil, serta membantu menurunkan barang-barang yang ada di dalam mobil box milik korban.

"Tak hanya itu, H juga menerima transferan uang dari AK," ucap Erlan. 

Menurut Erlan, Haryono awalnya menerima uang sebesar Rp. 15.000.000. Uang tersebut merupakan hasil penjualan mobil box milik korban. Akan tetapi, selang beberapa hari, Haryono mengembalikan uang tersebut sejumlah Rp. 11.500.000 melalui rekening.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |