TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Myanmar yang berkekuatan 7,7 SR mengguncang negeri itu, yang sedang menghadapi konflik, pada Jumat, 28 Maret 2025.
Berdasarkan laporan junta militer pada Minggu, bencana ini mengakibatkan sekitar 2.000 korban meninggal, 3.400 orang terluka, dan lebih dari 300 lainnya masih hilang. Hingga saat ini tim penyelamatan masih melakukan proses pencarian dan evakuasi terhadap para korban yang diperkirakan akan mencapai 10.000 jiwa.
Bocah Lima Tahun dan Wanita Hamil Terperangkap Selama 60 Jam
Dikutip dari media Myanmar, Eleven, seorang anak berusia lima tahun terjebak di dalam kondominium Sky Villa selama lebih dari 60 jam sebelum akhirnya berhasil diselamatkan. Kedutaan Besar Tiongkok melaporkan bahwa tiga orang lainnya, termasuk seorang wanita hamil, juga berhasil dievakuasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 31 Maret, sekitar pukul 05.37 dan 06.20 waktu setempat, setelah upaya penyelamatan intensif sepanjang malam, tim penyelamat dari Tiongkok dan tim Penyelamat Ramunion Tiongkok berhasil mengevakuasi seorang anak berusia lima tahun, seorang wanita hamil, serta seorang wanita berusia 29 tahun yang tertimbun di reruntuhan kondominium Sky Villa di Mandalay selama lebih dari 60 jam.
Anak tersebut ditemukan dalam kondisi stabil saat diselamatkan dan segera dibawa ke rumah sakit bersama korban lainnya untuk mendapatkan perawatan medis.
Selain itu, pada pukul 00.40 tanggal 31 Maret, tim penyelamat Tiongkok juga berhasil mengevakuasi seorang wanita yang terperangkap di Hotel Great Wall, Mandalay. Kedutaan Besar Tiongkok mengonfirmasi bahwa total empat orang berhasil diselamatkan di Mandalay oleh tim penyelamat mereka pada malam itu.
Wanita Berusia 75 Tahun Selamat dari Reruntuhan Gedung kondominium Sky Villa
Seorang pria membagikan kisah dramatis penyelamatan ibu dan dua putrinya yang selamat dari runtuhnya kondominium Sky Villa.
Wanita berusia 75 tahun dan dua cucunya, 16 dan 13 tahun, terjebak selama berjam-jam. Saat bangunan mulai runtuh, mereka berusaha melarikan diri tetapi terhalang reruntuhan. Kedua cucu merekam kejadian itu dengan ponsel, berharap jika mereka tidak selamat, rekaman itu bisa ditemukan.
Mereka menangis bersama hingga akhirnya tim penyelamat tiba. Pria tersebut mendengar suara permintaan air dan palu dari penyelamat, lalu memukul batu hingga terbentuk celah kecil. Ia mencoba menggali lubang lebih besar, namun batuan terlalu besar untuk dipindahkan sendiri. Ketika kepala salah satu putrinya berhasil dikeluarkan, tim penyelamat menariknya keluar. Sang saudari juga berhasil keluar, sementara nenek mereka dievakuasi dalam kondisi hidup.
Putrinya harus menjalani perawatan di rumah sakit cukup lama, tetapi neneknya akhirnya pulang dengan selamat. “Saya bersyukur atas kekuatan dan keberanian ibu serta putri saya,” tulis pria itu.
Harapan di Sekolah Mandalay
Menurut Mizzima.com, sebuah sekolah di Paleik, pinggiran kota terbesar kedua di Myanmar, biasanya menampung sekitar 200 siswa berusia 12 hingga 15 tahun. Namun, saat gempa terjadi, sekolah itu sepi karena masa belajar telah usai dan sebagian besar siswa telah lulus.
Ketika gempa terjadi, semua penghuni salah satu gedung berhasil selamat dalam gempa Myanmar. Namun, di gedung lain, sekelompok siswa yang sedang berlatih tari untuk Festival Air Myanmar di ruang kelas lantai lima tertimpa reruntuhan.
Myanmar sering mengalami bencana alam di tengah konflik yang berkecamuk sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi.
“Saya berlari keluar gedung,” ujar Kim Ma Zin, guru berusia 35 tahun yang mengalami luka di dahi. “Ini bencana alam. Kita bisa menghadapinya setiap tahun.”
Tim penyelamat bekerja keras menggunakan bor dan alat berat untuk memindahkan reruntuhan. Di antara para penonton yang diam terpaku, Yin Nu tetap berharap putrinya yang baru lulus dari sekolah bahasa Inggris selamat.
“Anak saya berkata bahwa adiknya mungkin tidak bertahan,” katanya, sulit menerima kenyataan.
Ia tetap merasa putrinya ada di dekatnya, menggenggam tangannya dan yakin bahwa anaknya tidak akan meninggalkannya. “Dia selalu berdoa agar bisa merawat orang tuanya.”