KOMISI I DPR sedang membahas revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI. Komisi yang membidangi pertahanan, luar negeri, dan informatika itu telah menggelar rapat dengar pendapat untuk mendengar masukan pemerintah, pakar, dan lembaga swadaya masyarakat terhadap isu-isu mengenai revisi UU TNI.
Sejumlah masukan yang dibahas dalam rapat tersebut di antaranya anggota TNI diperbolehkan mengisi jabatan sipil di luar ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI dan perpanjangan usia pensiun prajurit TNI.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025 menyetujui RUU TNI masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Wakil Ketua DPR Adies Kadir, yang memimpin rapat paripurna, mengatakan pembahasan RUU TNI selanjutnya ditugaskan kepada Komisi I DPR.
Pembahasan revisi UU TNI yang sedang berlangsung di DPR itu mendapat respons dari berbagai kalangan.
Revisi UU TNI Perkuat Legalitas TNI di Kejaksaan Agung
Pengamat pertahanan dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, menilai revisi UU TNI yang mengatur keberadaan personel aktif TNI di Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkuat legalitas unsur militer di mata hukum.
Alasannya, sejauh ini unsur TNI sudah masuk ke dalam Kejagung, tetapi hanya berdasarkan peraturan presiden. “Penempatan personel TNI di sana tidak lagi sekadar didasarkan pada peraturan presiden tentang struktur organisasi dan tata kerja Kejaksaan Agung, tapi juga punya landasan hukum yang jelas dalam UU TNI,” kata Fahmi saat dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu, 12 Maret 2025, seperti dikutip dari Antara.
Fahmi menuturkan unsur TNI yang yang selama ini sudah ada di dalam Kejagung adalah Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Sejauh ini, Jampidmil ditugaskan menangani hal-hal yang berkaitan dengan pidana militer dan perkara koneksitas kasus yang melibatkan unsur sipil dan militer.
Hal tersebut, lanjut Fahmi, selaras dengan konsep single prosecution yakni semua perkara pidana, termasuk yang melibatkan prajurit TNI, tetap berada di bawah koordinasi kejaksaan. Dengan masuknya unsur TNI ke Kejagung yang diatur dalam UU, diharapkan koordinasi antara TNI dan Kejagung akan semakin kuat, terutama dalam memberi tuntutan terhadap kasus yang melibatkan anggota militer dan sipil.
Mengenai kualitas sumber daya manusia, Fahmi menilai TNI sudah memiliki personel yang berkualitas di bidang hukum. Hal tersebut terlihat dari adanya korps hukum dan oditur yang selama ini menangani kasus-kasus di lingkungan TNI. “Mereka memiliki kompetensi untuk melakukan penyidikan, penuntutan bahkan untuk menjadi hakim peradilan militer di lingkungan Mahkamah Agung,” ujarnya.
Karenanya, Fahmi yakin masuknya TNI ke kejaksaan akan membuat Kejaksaan Agung semakin kuat dalam menegakkan hukum.
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyebutkan ada 15 kementerian/lembaga yang nantinya bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI, salah satunya Kejagung. Dia menyampaikan hal itu dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR, Selasa, 11 Maret 2025.
RUU TNI akan Memperjelas Tugas TNI di BNPT
Fahmi juga menilai revisi UU TNI akan memperjelas atau mempertegas posisi dan tugas personel TNI di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Menurut dia, sejak awal BNPT terbentuk, banyak personel TNI yang sudah menempati posisi tertentu di instansi tersebut, antara lain di bidang penyelidikan, pengamanan, penggalangan, dan strategi pemberantasan terorisme.
Dia menurutkan unsur kepolisian juga bergerak di ranah yang sama, tetapi lebih meluas karena mereka memiliki wewenang penegakan hukum. “Yang menjadi persoalan adalah belum adanya dasar hukum dalam UU TNI yang secara eksplisit mengatur masuknya prajurit TNI ke dalam BNPT,” kata Fahmi.
Sebab, UU TNI disusun sebelum BNPT berdiri. Kondisi itulah yang membuat belum adanya dasar hukum TNI yang mengatur keterlibatan dengan BNPT dalam menanggulangi terorisme. Padahal, kata Fahmi, salah satu tugas utama TNI adalah mengatasi aksi terorisme yang mengancam kedaulatan negara.
“Pasal 7 UU TNI sudah mengatur tentang peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk mengatasi aksi terorisme, termasuk dalam konteks aksi separatis dan pemberontakan bersenjata, maupun yang terkait dengan keamanan pelayaran dan penerbangan,” ujarnya.
Kini posisi TNI mulai difasilitasi dalam RUU TNI yang telah dibahas oleh DPR dan Kementerian Pertahanan. Fahmi menilai hadirnya RUU TNI ini tidak akan menyingkirkan Polri sebagai leading sektor penegakan hukum bidang terorisme.
Sebelumnya, Menhan menyebutkan ada 15 kementerian/lembaga yang bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI. Salah satu institusi tersebut yakni BNPT.
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Tolak Revisi UU TNI
Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Faiz Nabawi menolak revisi UU TNI. Dia mengatakan revisi UU TNI bertentangan dengan semangat reformasi karena berpotensi memperluas keterlibatan militer dalam urusan sipil. “Jika hal ini terjadi, justru bertentangan dengan asas profesionalisme institusi TNI yang bukannya fokus menjalankan tugas-tugas dasar untuk menjaga kedaulatan,” kata Faiz dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Kritik Faiz ini dilontarkan di tengah pembahasan revisi UU TNI di Komisi I DPR. Terdapat tiga pasal dalam draf RUU TNI yang akan diubah, yaitu Pasal 3, 47 ayat 2, dan 53. Pasal 3 mengatur kedudukan TNI, Pasal 47 ayat 2 mengatur jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI. Di sini diusulkan adanya perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI, yaitu dari 10 kementerian/lembaga menjadi 15 kementerian/lembaga. Adapun Pasal 53 mengatur batas usia pensiun prajurit TNI. Usia pensiun prajurit TNI berpangkat bintara dan tamtama akan ditambah menjadi 58 tahun serta perwira hingga 60 tahun.
Faiz menyoroti pasal-pasal yang akan direvisi dalam UU TNI tersebut. Dia mengatakan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI justru akan menghidupkan dwifungsi TNI dan berpotensi loyalis ganda.
Dia juga mempertanyakan sikap Presiden Prabowo Subianto yang memilih sejumlah perwira aktif TNI dan Polri menduduki jabatan di kementerian dan lembaga. “Hal ini mencerminkan bahwa Prabowo masih terjebak dengan romantisme pemerintahan Orde Baru yang mengenyampingkan supremasi sipil,” kata dia.
Proses Revisi UU TNI Masih Panjang
Wakil Ketua DPR Adies Kadier mengatakan revisi UU TNI belum bisa selesai dalam waktu dekat. Menurut dia, pembahasan aturan tersebut tidak akan selesai pada masa sidang kali ini. “Enggak mungkin ini sebentar lagi mau Idulfitri, ada reses dan sebagainya. Tanggal 20 kami sudah akhir masa sidang, mulai reses kan. Saya rasa enggak mungkin lah,” kata Adies di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025.
Politikus Partai Golkar itu memperkirakan pembahasan revisi UU TNI paling cepat bisa tuntas dalam dua masa persidangan. “Paling cepat, kalau tidak ada perdebatan, ya,” ujarnya.
Pada Selasa, 11 Maret 2025, Komisi I DPR menggelar rapat kerja dengan Menhan Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas guna membahas revisi UU TNI. Ketua Komisi I DPR Utut Adianto mengatakan pemerintah telah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TNI yang terlampir dalam Surat Presiden Nomor: R-12/Pres/02/2025.
“Raker Komisi I DPR RI dengan pemerintah hari ini diselenggarakan dalam rangka pembicaraan tingkat I mengenai pembahasan RUU," kata Utut di kompleks parlemen, Jakarta.
Hammam Izzuddin dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Pemasok Senjata Api ke TPNPB-OPM: Dari Eks Prajurit TNI hingga Warga Bojonegoro