(Beritadaerah – Indramayu) Di tengah hamparan Alun-Alun Indramayu yang ramai dipadati para petani dan aktivis agraria, sebuah suara lantang menggelegar, membawa semangat perubahan. Bupati Indramayu, Lucky Hakim, tampil bukan hanya sebagai pemimpin daerah, tetapi sebagai orator perjuangan dalam peringatan Refleksi Hari Perjuangan Petani Internasional yang digelar Kamis pagi.
Momen ini tak sekadar seremoni. Di hadapan ratusan pasang mata yang menaruh harapan, Bupati Lucky menyampaikan orasi politik yang membakar semangat. Ia menyuarakan realitas pahit yang dialami para petani Indramayu—daerah yang selama ini dikenal sebagai lumbung padi nasional, namun menyimpan paradoks kesejahteraan di balik gelarnya.
“Saya sampaikan langsung ke Menteri, Indramayu memang lumbung padi nasional. Tapi, petaninya? Masih jauh dari sejahtera,” tegas Lucky, disambut riuh tepuk tangan.
Bupati menyuarakan tantangan-tantangan besar yang selama ini membelenggu petani: harga gabah yang tak kunjung berpihak, absennya jaminan hukum atas lahan, hingga lemahnya posisi kelembagaan petani di mata sistem. Suaranya bukan sekadar retorika. Di balik itu, ada sederet langkah konkret yang telah ia dan timnya tempuh.
Menurutnya, pemerintah daerah tengah menyusun langkah strategis untuk mengusulkan batas minimum harga gabah. Tak hanya itu, koordinasi lintas sektor dengan Kantor Pertanahan, Dinas Perumahan dan Permukiman, hingga Kementerian Kehutanan tengah digalakkan demi menyelesaikan status hukum atas lahan garapan—yang hingga kini, masih abu-abu bagi ribuan petani.
“Kami sedang menghitung semua permasalahan agar dapat kami sampaikan secara komprehensif. Ini bukan sekadar laporan, tapi peta jalan untuk perubahan,” ungkapnya.
Salah satu inisiatif yang juga tengah didorong adalah pengembangan pertanian organik. Lucky meyakini, transformasi ke pertanian berkelanjutan bisa menjadi jalan keluar dari ketergantungan terhadap sistem harga pasar yang timpang.
“Capeknya sama, tapi nilainya bisa lebih tinggi. Petani cukup tanam organik, kami yang uruskan sertifikat dan cari pembelinya,” ujarnya, memberikan solusi nyata.
Tak berhenti di situ, Lucky juga menyoroti kondisi kritis atas 6.000 hektar lahan garapan yang hingga kini belum memiliki kepastian hukum maupun jaminan harga jual hasil panennya. Sebuah isu yang bagi banyak pemimpin lain mungkin hanya jadi catatan pinggiran, namun bagi Bupati Lucky, menjadi medan juang utama.
“Saya tidak akan tinggal diam. Saya tidak menjanjikan hasil, tapi saya pastikan satu hal: saya dan tim akan berjuang sekuat tenaga untuk kesejahteraan petani Indramayu,” pungkasnya penuh keyakinan.
Kehadiran Bupati dalam peringatan ini menjadi sinyal kuat: bahwa isu pertanian bukan hanya soal pangan, tapi soal martabat, keadilan, dan keberpihakan. Di tengah sorotan nasional, Lucky Hakim memilih untuk berdiri di sisi yang kerap terpinggirkan—para petani.
Dan di Alun-Alun Indramayu hari itu, bukan hanya aspirasi yang disuarakan. Sebuah harapan baru ditanam, di tanah yang selama ini telah banyak memberi, namun belum cukup menerima.