Cukai Minuman Berpemanis Diharapkan Bisa Kendalikan Konsumsi Gula

2 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai berlaku pada paruh kedua tahun 2025. Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Akbar Harfianto mengatakan prioritas utama implementasi cukai MBDK ialah untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan di masyarakat.

“Jadi tidak semata-mata kepada optimalisasi penerimaan atau revenue,” kata dia di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jakarta Timur, Jumat, 10 Januari 2025. Jangan sampai, lanjut Akbar, pengenaan cukai ini disalahartikan. “Seperti ‘wah negara kayak butuh duit, jadi harus nambah’, bukan itu,” ucap dia lagi. Diketahui, target penerimaan cukai MBDK dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 3,8 triliun. Angka itu berkurang dari target dalam APBN 2024, yaitu Rp 4,3 triliun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akbar menuturkan, pentarifan cukai terhadap minuman berpemanis tersebut dilakukan guna menekan angka penyakit seperti diabetes maupun penyakit lain yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebih. Menurut dia, dalam konteks pengendalian konsumsi di masyarakat, terdapat dua instrumen kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yakni fiscal policy dan non fiscal policy. “Nah, ini kami runut ke situ, sehingga kebutuhan fiscal policy ini perlu atau tidak dalam ranah MBDK,” kata dia. 

Pemerintah, ungkap Akbar, mempertimbangkan apakah pengendalian konsumsi gula tambahan cukup dilakukan dengan kebijakan non fiskal—seperti melalui edukasi, penetapan batasan konsumsi, atau larangan-larangan lainnya—atau memang perlu dilaksanakan dengan kebijakan fiskal seperti pengenaan cukai. 

Sementara dalam sisi penerapan cukai MBDK, pemerintah masih akan melihat beberapa referensi dari negara lain. “Tapi terutama kami mengacu kepada unit teknis atau kementerian teknis terkait, berapa sih asupan tambahan gula yang cukup sehat, di Indonesia khususnya,” tutur Akbar.

Menurut Akbar, pentarifan cukai terhadap minuman berpemanis ini akan mengacu kepada referensi atau aturan dari Kementerian Kesehatan dan juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Adapun untuk besaran cukai tersebut, pihak DJBC memastikan tidak akan memberikan beban yang terlalu berat pada awal pengenaan tarif. “Itu juga menjadi catatan karena kami juga memperhatikan kondisi industri yang lain,” katanya.

Akbar mengatakan implementasi tarif cukai yang direncanakan berlaku pada semester II tahun 2025 itu akan dilakukan dengan mempertimbangkan situasi ekonomi masyarakat. Pemerintah, kata dia, masih akan melihat kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat. Pasalnya, Akbar menilai perkembangan ekonomi sangat cepat. “Pertumbuhan ekonomi kita seperti apa, kondisi inflasi kita seperti apa jadi pertimbangan,” tutur dia. 

Kendati demikian, pemerintah sudah menyiapkan aturan-aturan teknis seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), hingga aturan turunannya. “Sambil menunggu tadi, apakah memang dari sisi kondisi daya beli masyarakat ini sudah cukup bisa atau mampu untuk ada penambahan beban,” ujar dia.

Lebih lanjut, Akbar menerangkan akan ada dua kondisi pengenaan cukai minuman manis ini, yaitu MBDK on trade dan MBDK off trade. Pentarifan MBDK on trade merujuk pada pengenaan cukai terhadap produk minuman manis berkemasan dari perusahaan atau pabrik. Sedangkan off-trade mengacu pada minuman manis dari gerai-gerai penjualan. “Nah, mana yang akan dikenakan? Ini kami masih pembahasan secara teknis,” ujar dia.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan cukai MBDK tidak semerta-merta dikenakan pada semua minuman berpemanis dalam kemasan. Menurut dia, perlu ada aturan ambang batas atau threshold minuman manis yang akan dikenakan tarif cukai. “Kami akan pasang threshold, seberapa besar masih digodok, nanti akan dibahas di PP-nya,” ujar Nirwala.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |