Dari Sumba Timur, Pemerintah Memulai Transformasi Transmigrasi

19 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, "Kaya naik haji, miskin pergi transmigrasi". Begitulah pepatah yang sampai ke telinga Menteri Transmigrasi (Mentrans) Iftitah Sulaiman Suryanagara. Pepatah itu seolah menggambarkan transmigrasi jadi exit strategy bagi orang bermasalah keuangan.

Dalam memori kolektif sebagian besar masyarakat Indonesia, transmigrasi kerap dimaknai perpindahan penduduk. Nantinya, mereka diberikan tempat tinggal beserta tanah garapan. Sisanya mereka dibiarkan bertahan hidup sendiri dengan kemampuan yang dimiliki.

Tetapi kini, Iftitah mencoba mengubah pandangan mengenai transmigrasi. Iftitah tak ingin transmigrasi sekedar memindahkan manusia semata. Iftitah meyakini transmigrasi mestinya juga membawa semangat baru menuju penghidupan lebih sejahtera.

Oleh karena itu, Iftitah mendorong transformasi transmigrasi. Dari peta jalannya, transformasi transmigrasi fokus pada penguatan potensi lokal, pembangunan infrastruktur dasar, dan peningkatan akses pasar bagi para transmigran. Lewat pendekatan ini, kawasan transmigrasi didorong jadi motor pengerek ekonomi daerah hingga ke kancah nasional.

"Transmigrasi sekarang adalah strategi pembangunan wilayah. Kami ingin menciptakan pusat-pusat ekonomi baru yang berdaya saing dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat," kata Iftitah dalam perbincangan dengan media di Bali pada Selasa (29/7/2025).

Guna mewujudkannya, Kementrans tengah merencanakan program transmigrasi nan ambius di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Program itu melibatkan PT Muria Sumba Manis (MSM) selaku perusahaan produksi gula.

Berdasarkan kunjungannya di Sumba Timur, Iftitah menemukan kemiskinan disana dan lahan kering hingga sulit digarap. Iftitah lantas coba membuka pintu kerjasama dengan MSM. Kedua pihak sepakat industri gula dapat menjadi ladang penghidupan bagi transmigran.

Namun rencana itu bukan tanpa kendala. Sumba Timur merupakan daerah kering, cerah, berbatu-batu keras dengan fasilitas yang sangat terbatas untuk ditinggali. Rasanya mustahil untuk menanam tebu dan bisa tumbuh disana.

MSM lantas mengerahkan banyak alat penghancur batu dan alat berat berteknologi tinggi untuk menumbuhkan tebu. Mesin-mesin tangguh itu menghancurkan bebatuan hingga mengubah pecahan batu menjadi media tanam tanah. Proses yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk dicapai oleh alam pun dapat disingkat berkat teknologi.

"Kami sudah bicara dengan investor (MSM), di sana industri sedang dikembangkan tebu. Nilai manfaatnya bisa sebagai gula, pangan dan untuk swasembada energi bisa hasilkan 22 megawatt," ucap Iftitah.

Iftitah meyakini pelibatan investor dalam pengembangan kawasan transmigrasi bakal mendatangkan manfaat besar bagi transmigran. Tercatat saat ini sekitar 3.500 pekerja di sana (90 persen) merupakan hasil transmigrasi lokal. Kementrans membedakan transmigrasi lokal (dalam satu kabupaten/kota yang sama), dan transmigrasi karya nusa (lintas kabupaten/kota).

Dari kalkulasi Iftitah setidaknya per 10 ribu hektar kawasan transmigrasi bisa membuka 7 ribu lapangan kerja. Hal inilah yang membuat Iftitah yakin bahwa rencana kawasan transmigrasi Melolo dapat pemberian manfaat bagi transmigran, warga lokal dan investor. Kebermanfaatan ini yang meyakinkan Iftitah program transmigrasi lokal di Sumba Timur tak menimbulkan percikan konflik.

"Kami juga berharap ini bisa turunkan potensi konflik sosial antara pemodal dan masyarakat karena ada simbiosis mutualisme," ucap Iftitah.

Selain itu, guna menunjang para transmigran lokal di Sumba Timur, Kementrans merencanakan pembuatan Badan Usaha Milik Transmigran (BUMT).  Lewat BUMT, transmigran tidak hanya menjadi pekerja, namun akan menjadi pemilik dan bermitra secara seimbang dengan swasta. Dengan cara ini, transmigran mempunyai akses atas nilai tambah dari hulu ke hilir.

Iftitah menjamin pendirian BUMT bakal didukung payung hukum memadai demi memberikan perlindungan dan profit bagi para transmigran.

"Nanti regulasinya akan kami lakukan, aturan-aturannya akan kami jalankan dan akan kami buat agar betul-betul ada payung hukumnya Badan Usaha Milik Transmigran (BUMT)," ujar Iftitah.

Sebagai gambaran awal, BUMT membuat lahan usaha dari program transmigran tidak lagi diberikan secara pribadi ke individu per individu. Tapi lahan itu dikumpulkan menjadi kepemilikan bersama. Aset tanah secara pribadi ke individu transmigran hanya diperuntukkan untuk tempat tinggal.

"Contohnya ada satu wilayah dimana dunia usaha membutuhkan 10 ribu hektare tanah, yang 10 ribu hektare itu nanti akan dijadikan kepemilikan bersama menjadi aset BUMT," ucap Iftitah.

Sehingga para transmigran tidak lagi memperoleh sertifikat hak milik (SHM) atas lahan usaha, namun digantikan kepemilikan saham atas BUMT. Adapun fungsi supervisi dan pengawas bisa dijalankan pemerintah daerah (pemda) dan Kementrans.

Iftitah pun punya cara mencegah BUMT disalahgunakan sebagai sapi perah Komisarisnya. BUMT tak akan menggaji Komisarisnya sampai mendapatkan untung.

"Saya challenge kepada staf dan tim perancang kalau bisa komisaris itu tidak perlu diberi gaji atau Rp0 rupiah, karena dijabat secara ex officio. Nanti misalkan ada bonus, baru boleh bagi- bagi hasil," ucap Iftitah.

Pada akhirnya, masyarakat menantikan realisasi proyek Kementrans ini. Akankah manisnya gula dari Sumba Timur akan membuat kehidupan transmigran disana ikut menjadi manis?

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |