TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan investigasi kasus pembangunan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten. Dari hasil investigasi tersebut, KKP menetapkan Kepala Desa Kohod Arsin bin Sanip dan seorang pegawainya yang berinisial T sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ilegal sepanjang 30,16 kilometer itu.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan kepala desa dan perangkat desa berinisial T siap membayar denda administrasi sebesar Rp 48 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada akhirnya melalui penyelidikan maka ditemukan dua pelaku yang jelas yang telah terbukti secara nyata melakukan pemagaran dan yang bersangkutan telah mendapatkan sanksi administratif," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis, 27 Februari 2025.
Menurut Trenggono, Bareskrim Polri ikut terlibat dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam kasus pagar laut tersebut. “Dari sisi KKP sesuai dengan kewenangan kami, yaitu pengenaan denda administratif,” ujarnya.
Trenggono menyebutkan persoalan lain seperti kemampuan dan tujuan kedua orang itu membangun pagar laut, termasuk kekuasaan di baliknya, sudah bukan ranah KKP. Dia menegaskan KKP bertindak sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sementara sisanya adalah tugas Kepolisian. "Kita tidak bisa mencampuri wilayah yang sudah ditetapkan."
Meski ia mengatakan penyelidikan selanjutnya merupakan ranah kepolisian, sejumlah pihak menganggap investigasi KKP seharusnya bisa mengungkap lebih jauh aktor yang berperan dalam pemagaran laut ilegal. Berikut ini sejumlah kejanggalan dalam investigasi itu yang disampaikan oleh anggota DPR, aktivis lingkungan, hingga masyarakat.
Motif Kades Kohod Memasang Pagar Laut Dipertanyakan
Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan, mempertanyakan urgensi dan tujuan seorang kepala desa membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer. Daniel juga mempertanyakan alasan Kades Kohod ditetapkan sebagai penanggung jawab kasus pagar laut.
"Pemahaman kita, Kades Kohod itu ditahan karena memalsukan dokumen. Saya tidak mendengar karena memasang pagar laut," kata dia di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025.
Ia pun meminta agar KKP tidak kalah dari kekuatan apa pun yang ada di balik kasus ini. "Negara tidak boleh kalah, apalagi oleh pihak yang telah melanggar hukum," ucap anggota Komisi IV DPR RI itu.
Daniel menangkap paparan yang disampaikan oleh Menteri Trenggono malah menunjukkan kekalahan. "Rasanya, dari hasil penemuan Pak Menteri ini, rasanya negara sudah kalah."
Pembangunan Pagar Laut Butuh Modal Besar
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati menilai sikap KKP menghentikan investigasi pagar laut di sosok Arsin dan T merupakan sebuah kejanggalan. Dia menilai tidak mungkin seorang kepala desa dan stafnya membiayai pembangunan pagar laut yang terbentang hingga puluhan kilometer itu tanpa ada pihak lain sebagai pendonor.
Seorang kepala desa, kata Susan, hampir tidak mungkin punya modal membangun pagar laut. "Tidak mungkin kepala desa itu bisa membiayai pagar 30 kilometer itu, mau sekaya apa mereka kalau tidak ada pemodal di belakangnya?" ucap Susan melalui pesan suara, Sabtu, 1 Maret 2025.
Selain Susan, politikus Golkar Firman Soebagyo juga mempertanyakan hal yang sama. Dia mengatakan seharusnya KKP melangkah lebih jauh dari pada hanya mendapatkan pengakuan dari kedua orang tersebut.
Alasannya, Firman sangsi seorang Kepala Desa bisa membangun pagar laut dengan sebegitu luasnya. "Ketika seorang nelayan bisa membeli bambu seharga Rp 70 miliar, apakah ada kemampuan sebegitu besar?" kata Firman di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025.
Dia mencontohkan, untuk memasang bambu sepanjang 30,26 kilometer bukan hal mudah dan bisa dilakukan oleh seorang nelayan atau perangkat desa. "Apakah ada kemampuan Kades bisa memasang pagar bambu tanpa teknologi yang canggih? Saya rasa tidak bisa," katanya. "Kemarin saja pencabutan oleh TNI butuh alat berat."
Tak Singgung Perusahaan Pemilik HGB di Atas Laut
AS Laksana, penulis dan esais asal Semarang, menyoroti investigasi KKP yang tak menyinggung sejumlah perusahaan pemilih sertifikat hak guna bangunan (HGB) di laut Tangerang. "Awalnya kecurigaan tertuju pada perusahaan-perusahaan dan individu pemilik SHGB di laut. Apa sebabnya tiba-tiba dibelokkan ke kepala desa?" kata Sulak, sapaan akrabnya, pada Jumat, 28 Februari 2025.
Menurut dia, langkah KKP yang tak berupaya mengungkap hubungan perusahaan pemilik HGB ilegal dengan pembangunan pagar laut menjadi pertanyaan. "Siapa pemilik SHGB, bagaimana mereka bisa memiliki SHGB laut, dan apa hubungan mereka dengan aparat pemerintah?" ucap dia.
Ada setidaknya 263 HGB yang ditemukan di atas laut Desa Kohod. 234 di antaranya milik PT Intan Agung Makmur (IAM), 20 milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 lainnya milik perseorangan. Komisaris kedua perusahaan ini dijabat oleh Menteri KKP periode 2004-2009 Freddy Numberi.
Sementara berdasarkan dokumen AHU, PT Cahaya Inti Sentosa merupakan salah satu anak perusahaan milik Agung Sedayu Group. Keduanya diduga saling terafiliasi sebab jabatan komisaris diduduki oleh pihak yang sama. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan telah mencabut beberapa sertifikat HGB di atas laut itu.
Tak Beri Sanksi Pejabat Kantor Pertanahan
Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati turut menyoroti tidak adanya sanksi dari KKP untuk pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang yang berada di bawah Kementerian ATR/BPN. Menurut Susan, pejabat pemerintah pasti ikut berperan menerbitkan SHGB di atas laut.
Susan menilai investigasi KKP seharusnya mengungkap peran mereka. "Seharusnya bukan cuma Arsin (Kades Kohod) yang diseret. Termasuk juga orang-orang di ATR/BPN, enggak mungkin ATR/BPN itu enggak tahu," kata Susan.
Susan berujar penghentian investigasi oleh KKP justru berpotensi menimbulkan kecurigaan lain. Bahkan, Susan menyebut masyarakat bisa saja kemudian menganggap Arsin hanya menjadi tumbal proyek pagar laut, sementara pihak lainnya tidak terungkap.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid sebelumnya memberhentikan enam pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Tangerang buntut kasus pagar laut. Dia menyebut keputusan tersebut diambil setelah audit investigasi terhadap proses penerbitan sertifikat.
“Kami memberikan sanksi berat, pembebasan dan penghentian dari jabatannya, pada mereka yang trlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” kata Nusron Wahid saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.