TEMPO.CO, Jakarta - Seorang tentara Israel yang dituduh melakukan kejahatan perang telah melarikan diri dari Brasil di tengah penyelidikan atas tindakannya di Gaza, demikian dilaporkan media setempat pada Minggu, 5 Januari 2024, seperti dilansir Middle East Eye.
Hind Rajab Foundation (HRF), sebuah organisasi advokasi pro-Palestina, mengajukan pengaduan kriminal minggu lalu yang menuduh tentara tersebut, yang berada di Brasil sebagai turis, terlibat dalam penghancuran sistematis militer Israel terhadap rumah-rumah warga sipil di Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Sabtu, pengadilan Brasil menginstruksikan polisi untuk menyelidiki tentara tersebut atas kejahatan perang.
Dalam sebuah pernyataan, HRF menuduh Israel mengatur kepergiannya untuk menghalangi keadilan, dan menambahkan bahwa "ada juga indikasi bahwa bukti-bukti sedang dihancurkan".
HRF menyerahkan lebih dari 500 halaman bukti ke pengadilan, termasuk rekaman video, data geolokasi, dan foto-foto yang menunjukkan tersangka menanam bahan peledak dan berpartisipasi dalam penghancuran seluruh lingkungan.
"Individu ini secara aktif berkontribusi pada penghancuran rumah dan mata pencaharian, dan pernyataan serta perilakunya sendiri jelas-jelas sejalan dengan tujuan genosida di Gaza," ujar Maira Pinheiro, pengacara HRF.
Keluarga-keluarga Palestina yang rumahnya dihancurkan oleh tentara Israel telah bergabung dalam kasus HRF sebagai penggugat.
Kasus ini merupakan yang pertama kalinya sebuah negara peserta Statuta Roma secara independen menegakkan ketentuan-ketentuannya tanpa bergantung pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
"Ini adalah momen bersejarah," kata ketua HRF, Dyab Abou Jahjah. "Ini menjadi preseden yang kuat bagi negara-negara untuk mengambil tindakan tegas dalam meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan perang."
Yayasan ini telah mengajukan pengaduan serupa di negara-negara lain, termasuk satu pengaduan terhadap atase militer Israel di Brussels dan satu lagi yang melibatkan seorang tentara yang sedang melakukan perjalanan di Sri Lanka.
Kekhawatiran di Israel semakin meningkat bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh ICC dapat mengarah pada penangkapan dan investigasi terhadap kejahatan perang.
Peringatan untuk tidak ke luar negeri
Bulan lalu, Pasukan Israel (IDF) memperingatkan sekitar 30 tentara dan perwira yang bertempur di Jalur Gaza untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri setelah kelompok-kelompok anti-Israel dan pro-Palestina mengajukan pengaduan terhadap mereka atas dugaan kejahatan perang, Times of Israel melaporkan.
Dalam delapan kasus, tentara yang melakukan perjalanan ke luar negeri segera diperintahkan untuk kembali karena khawatir mereka akan ditangkap atau diinterogasi oleh negara yang mereka kunjungi, demikian dilaporkan situs berita Ynet. Para tentara itu mengunjungi Siprus, Slovenia, dan Belanda.
Laporan tersebut menyatakan bahwa IDF tidak melarang tentara bepergian ke luar negeri, tetapi melakukan "penilaian risiko" bagi tentara yang bertugas di Gaza sebelum menyetujui permintaan mereka.
Para prajurit IDF yang bertempur di Gaza disarankan untuk terlebih dahulu memeriksa dengan Kementerian Luar Negeri mengenai tingkat bahaya di negara mana pun yang ingin mereka kunjungi.
Para pejabat khawatir bahwa selain tindakan hukum lokal, beberapa perwira senior dapat menghadapi tuntutan di Mahkamah Pidana Internasional, yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang.
Sumber-sumber IDF mengatakan kepada Ynet bahwa ada kekhawatiran bahwa proses individu terhadap tentara dan perwira berpangkat rendah yang bepergian ke luar negeri dapat didasarkan pada putusan pengadilan Den Haag dan bukti yang dikumpulkan dari media sosial atau laporan media.
Para prajurit telah diidentifikasi dari video dan gambar yang mereka unggah secara online yang diambil selama dinas mereka di Gaza, meskipun sejak awal operasi darat di Jalur Gaza, IDF menginstruksikan pasukan untuk tidak mempublikasikan gambar-gambar semacam itu di tengah kekhawatiran bahwa materi tersebut dapat digunakan untuk melawan mereka dalam proses kejahatan perang.
Para aktivis anti-Israel dengan hati-hati memantau akun media sosial para tentara yang telah memposting materi semacam itu untuk berjaga-jaga jika mereka juga mempublikasikan gambar-gambar dari perjalanan ke luar negeri, di mana pada saat itu para aktivis berencana untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap mereka, Ynet melaporkan.
Para prajurit yang berencana bepergian ke luar negeri disarankan untuk tidak memposting gambar apa pun yang menunjukkan lokasi mereka.
Pakar hukum IDF telah menilai bahwa ICC tidak akan mengejar perwira berpangkat rendah dan tentara yang melaksanakan perintah kepemimpinan politik, kata laporan itu. Selain itu, ICC kemungkinan tidak akan melibatkan diri karena prinsip "saling melengkapi," di mana negara demokratis seperti Israel dipercaya untuk mengadili kegiatan kriminal melalui sistem peradilannya sendiri.
Namun, para pejabat khawatir bahwa para komandan senior seperti kepala komando utara dan selatan IDF, atau Kepala Staf IDF Herzi Halevi, dapat menjadi sasaran ICC, kata laporan itu, meskipun belum ada langkah seperti itu yang terlihat.
Israel akan memberikan dukungan penuh melalui kantor diplomatik lokalnya kepada setiap tentara yang ditangkap atau ditahan untuk diinterogasi, atau yang merasa terancam oleh para aktivis ketika berada di luar negeri, kata sumber IDF.