TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengatakan bahwa pelaku di bawah umur yang terlibat dalam kasus grup Facebook Fantasi Sedarah tidak mendapat hukuman tahanan.
Saat ini, pihak Polda Metro Jaya menetapkan anak di bawah umur tersebut sebagai Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH). Sebagai pelaku yang belum dinyatakan sebagai orang dewasa, maka pelaku harus menjalani proses diversi saat ini dan berada di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan atau Bapas Anak.
Keterlibatan Anak sebagai Pelaku Distribusi Konten Inses
Anak Berkonflik dengan Hukum tersebut diduga ikut serta dalam distribusi konten asusila atau pornografi inses yang melibatkan anak-anak sebagai objek melalui akun media sosial Facebook. Awalnya, grup Facebook tersebut bernama 'Fantasi Sedarah', tetapi kemudian berubah menjadi 'Suka Duka'.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Polda Metro Jaya telah melakukan upaya hukum mengamankan seorang anak laki-laki," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 23 Mei 2025.
Walaupun sudah memenuhi unsur pidana, proses hukum terhadap ABH itu dilakukan dengan pendekatan keadilan restoratif. Menurut Ade, pihak polisi tidak memberlakukan hukuman penjara karena anak tersebut sedang menjalani ujian sekolah. Saat ini, ABH tersebut berada dalam pengawasan orang tua dan Balai Pemasyarakatan Anak sesuai prosedur yang diatur dalam sistem peradilan pidana anak.
“Proses penyidikan dilakukan secara prosedural dan profesional. Kami mengikuti standar yang berlaku dalam menangani Anak yang Berkonflik dengan Hukum,” kata Ade.
Ade menuturkan bila ABH tersebut ditangkap di Pekanbaru pada 21 Mei 2025. ABH yang terlibat itu diduga menjadi anggota aktif grup Facebook Fantasi Sedarah. Hasil penelusuran penyidik menyatakan bila modus operandi ABH adalah menjual konten pornografi anak melalui aplikasi perpesanan dengan harga Rp 50 ribu untuk tiga file.
"Kemudian setelah calon pembeli konten melakukan transfer, maka anak memblokir WhatsApp atau Telegram pembeli," katanya.
Pengertian Diversi dalam Peradilan Anak
Menurut Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Upaya diversi wajib dilakukan dalam proses penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum.
Proses diversi terhadap ABH memiliki lima tujuan. Pertama, untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak. Kedua, untuk dapat menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan. Ketiga, agar menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan. Keempat, untuk mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. Kelima, menanamkan rasa tanggung jawab terhadap anak.
Untuk memutuskan diberlakukannya diversi, maka pihak penyidik, penuntut umum, dan hakim perlu mempertimbangkan sejumlah aspek. Umumnya, aspek yang harus menjadi pertimbangan dalam penerapan diversi adalah kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatan dari balai pemasyarakatan, serta dukungan lingkungan keluarga serta masyarakat.
Keputusan dalam melakukan diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya, kecuali untuk tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.