TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump belakangan ini kembali menjadi sorotan publik karena sejumlah hal, salah satunya adalah keinginannya menjadikan Pulau Greenland sebagai bagian dari AS. Di sisi lain, Pulau tersebut masih menjadi bagian dari Denmark. Lantas bagaimana kah hubungan antara keduanya dengan Denmark?
Baru-baru ini, Donald Trump kian menunjukkan langkah seriusnya untuk mewujudkan keinginannya yang berniat menjadikan Greenland, pulau yang kaya mineral dan terletak strategis, menjadi bagian dari Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keinginan tersebut mendapat berbagai reaksi dari sejumlah pihak termasuk Denmark, sebagaimana yang diketahui bahwa Greenland merupakan bagian dari negara tersebut. Pada Selasa, 7 Januari 2025, Donald Trump menyatakan bahwa Washington akan mengenakan tarif yang lebih tinggi kepada Denmark jika mencegah Greenland untuk bergabung dengan AS.
“Kami membutuhkan Greenland untuk tujuan keamanan nasional. Masyarakat bahkan tidak tahu apakah Denmark mempunyai hak hukum atas wilayah tersebut. Namun, jika mereka (Denmark) memilikinya, mereka harus menyerahkannya karena kami memerlukannya untuk keamanan nasional, yaitu untuk dunia bebas," kata Trump pada konferensi pers di New York Mar-a-Lago, dikutip dari Antaranews.
Menurut Trump, tidak ada satu pihak pun yang mengetahui bahwa Denmark memiliki hak atau kepentingan yang tepat untuk Greenland, ditambah dengan pernyataannya bahwa masyarakat Greenland kemungkinan akan memilih untuk memperoleh kemerdekaan atau bergabung dengan AS.
Hal lain yang menunjukkan keseriusannya adalah Trump juga menyatakan bahwa dia tidak mempertimbangkan penggunaan kekuatan militer untuk mengakuisisi Kanada, tetapi tidak dapat menjamin hal yang sama untuk Greenland dan Terusan Panama.
"Saya tidak dapat meyakinkan Anda, jika Anda berbicara tentang Panama dan Greenland, tidak, saya tidak dapat meyakinkan Anda, tentang kedua hal tersebut. Namun saya dapat mengatakan ini, kita memerlukannya (Terusan Panama dan Greenland) untuk keamanan ekonomi," ujar Trump ketika ditanya terkait penggunaan kekuatan militer dalam mengambil alih wilayah-wilayah ini.
Trump pertama kali mengumumkan klaimnya atas pulau tersebut pada 2019, ketika ia menjalani masa jabatan presiden pertamanya. Saat itu, tawaran Trump untuk membeli Greendland ditolak mentah-mentah oleh Denmark dan dicap "tidak masuk akal" oleh Perdana Menteri Mette Frederiksen.
Sementara itu, Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, mengatakan pada hari Selasa, 7 Januari 2025, bahwa dia tidak bisa membayangkan ambisi Trump akan berujung pada intervensi militer Amerika Serikat di Greenland. Kapasitas militer Denmark di sana terbatas pada empat kapal inspeksi, sebuah pesawat pengintai Challenger, dan patroli dengan anjing penarik kereta salju.
Menanggapi soal ancaman tarif Trump terhadap Denmark, yang menurut analis di Danske Bank dapat berpotensi "sangat merugikan perusahaan-perusahaan Denmark", Frederiksen menyatakan bahwa dia tidak berpikir perang dagang dengan Amerika Serikat adalah langkah yang baik.
Sebagai informasi, Denmark merupakan rumah bagi Novo Nordisk, perusahaan paling berharga di Eropa, yang memproduksi obat penurun berat badan Wegovy dan sangat populer di AS, mitra dagang terbesar negara Nordik tersebut.
Hubungan yang Tegang antara Greenland dan Denmark
Untuk diketahui, Greenland adalah koloni Denmark hingga tahun 1953. Greenland tetap menjadi bagian dari kerajaan Denmark, tetapi menerima status otonomi dengan kemungkinan pemerintahan sendiri dan pilihan untuk independen dalam kebijakan dalam negeri pada 2009.
Pada Rabu, 8 Januari 2025, menteri luar negeri Denmark menyampaikan bahwa Greenland mungkin akan merdeka jika penduduknya menginginkannya, tetapi kecil kemungkinannya untuk bisa menjadi negara bagian AS.
Menurut laporan Reuters, pemimpin Greenland bertemu dengan raja Denmark di Kopenhagen pada hari yang sama atau sehari setelah pernyataan kontroversial Trump, mendorong nasib pulau yang kaya mineral dan penting secara strategis itu, yang berada di bawah kekuasaan Denmark, ke puncak berita utama dunia.
Sementara itu, Greenland yang menjadi bagian NATO melalui keanggotaan Denmark, memiliki arti penting strategis bagi militer AS dan sistem peringatan dini rudal balistiknya karena rute terpendek dari Eropa ke Amerika Utara melewati kepulauan Arktik.
Pulau terbesar di dunia ini telah menjadi bagian dari Denmark selama 600 tahun meskipun 57.000 penduduknya kini mengatur urusan dalam negeri mereka sendiri. Pemerintahan pulau yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mute Egede itu Greenland pada akhirnya menyampaikan cita-cita mereka untuk merdeka.
"Kami sepenuhnya menyadari bahwa Greenland memiliki ambisinya sendiri. Jika ambisi itu terwujud, Greenland akan merdeka, meskipun tidak berambisi menjadi negara federal di Amerika Serikat," kata menteri luar negeri Denmark Lars Lokke Rasmussen.
Di sisi lain, terdapat ketegangan di antara hubungan Greenland dengan Denmark akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan adanya tuduhan perlakukan buruh terhadap penduduk Greenland. Egede sebelumnya mengatakan pulau itu tidak untuk dijual, sementara dalam pidato Tahun Barunya ia semakin mendorong upaya kemerdekaan. Denmark menyatakan bahwa nasib wilayah tersebut hanya dapat ditentukan oleh penduduk Greenland sendiri.
Menteri Keuangan Greenland, Erik Jensen, menegaskan kembali bahwa Greenland tidak untuk dijual. "Keinginan kami adalah menjadi merdeka suatu hari nanti. Namun, ambisi kami bukan untuk berpindah dari satu negara ke negara lain."
Di sisi lain, Istana Kerajaan Denmark tidak memberikan rincian tentang pertemuan Raja Frederik dengan Egede dari Greenland. Meski banyak penduduk Greenland bermimpi untuk merdeka dari Denmark, raja tetap sosok yang populer di pulau itu, setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di sana, termasuk ekspedisi selama empat bulan di lapisan es. Bulan lalu, istana kerajaan memodifikasi lambang mereka, dengan memperbesar gambar beruang kutub yang melambangkan Greenland.
"Dia populer di Greenland. Jadi dia jelas bisa membantu hubungan Denmark-Greenland," kata Damien Degeorges, seorang konsultan yang berbasis di Reykjavik yang berspesialisasi dalam Greenland, seperti yang dikutip dari Reuters.