Ekonomi Syariah di Persimpangan, Antara Visi dan Implementasi

7 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Prabowo Subianto mulai mentranslasikan visi besar ekonomi syariah dalam Nawacita dan RPJMN menjadi kebijakan konkret. Namun, efektivitas kebijakan dinilai masih akan diuji pada tahap implementasi dan kualitas pembiayaan di lapangan.

“Kita melihat bagaimana pemerintahan Prabowo mentranslasikan Nawacita ke dalam kebijakan ekonomi konkret,” ujar Kepala CSED INDEF, Nur Hidayah, dalam Diskusi Publik Evaluasi Ekonomi Syariah di 1 Tahun Pemerintahan Prabowo yang digelar secara daring, Rabu (15/10/2025).

Dalam RPJMN 2025–2029, ekonomi syariah masuk dalam Prioritas Nasional 2 bersama ketahanan pangan, energi, air, dan ekonomi hijau. Artinya, ekonomi syariah bukan tambahan, melainkan bagian dari pilar utama pembangunan nasional.

Pemerintah mulai menggerakkan skema pembiayaan inklusif, industri halal, dan penguatan ekosistem zakat, infak, sedekah, serta wakaf (ziswaf). Berbagai lembaga seperti Kementerian Keuangan, OJK, Bank Indonesia (BI), dan DSN-MUI dilibatkan untuk menyiapkan ekosistem regulatif dan produk keuangan syariah baru.

Nur menjelaskan, tahun 2025 menjadi momentum sinkronisasi triple helix syariah antara pemerintah, regulator, dan industri keuangan. “Ada arah kebijakan dari visi ke aksi,” ujarnya. Ia menilai ekonomi syariah kini mulai turun ke agenda nyata, bukan sekadar visi moral.

Salah satu kebijakan berdampak besar ialah penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank-bank Himbara, termasuk Bank Syariah Indonesia (BSI). Likuiditas ini mendorong efisiensi pembiayaan serta memperkuat peran bank syariah dalam menyalurkan kredit produktif kepada UMKM dan sektor pertanian.

Kinerja keuangan syariah pun menunjukkan tren positif. Hingga September 2025, pembiayaan tumbuh 8,13 persen (year-on-year), melampaui kredit konvensional yang hanya 7,03 persen. Aset BSI menembus Rp401 triliun dengan laba bersih Rp3,74 triliun atau naik 10,21 persen.

Meski demikian, CSED menilai arah kebijakan masih perlu dikawal. Inklusi keuangan syariah stagnan di bawah 20 persen, infrastruktur digital terbatas, dan persepsi publik bahwa keuangan syariah sama dengan konvensional masih kuat.

Nur mengingatkan agar kebijakan pemerintah tidak hanya fokus pada ekspansi, tetapi juga pada kualitas pembiayaan. “Kebijakan pemerintah ke depan perlu fokus pada kualitas pembiayaan, bukan hanya kuantitas, agar manfaatnya dirasakan hingga daerah 3T,” tegasnya.

CSED merekomendasikan percepatan pembentukan Badan Ekonomi Syariah Nasional, peningkatan transparansi penyaluran dana Rp200 triliun, dan penguatan literasi produk keuangan syariah. Reformasi kelembagaan dinilai penting agar ekonomi syariah benar-benar menjadi motor kemandirian bangsa.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |