JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, menyatakan penolakan keras terhadap rencana pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” tegas Gus Mus di kediamannya di Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Rabu (5/11/2025), seperti dikutip dari NU Online.
Menurut Gus Mus, warga Nahdlatul Ulama (NU) seharusnya memahami sejarah kelam masa Orde Baru sebelum ikut-ikutan mendukung rencana tersebut.
“Orang NU kalau ada yang ikut-ikutan mengusulkan berarti tidak ngerti sejarah,” ujar pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin itu dengan nada serius.
Luka Lama Orde Baru
Gus Mus mengenang, masa pemerintahan Soeharto dipenuhi tindakan tidak adil terhadap ulama dan warga NU. Banyak kiai dan santri yang mengalami tekanan, intimidasi, bahkan kekerasan.
“Banyak kiai yang dimasukkan ke sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, dan banyak yang dirobohkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, adiknya sendiri, KH Adib Bisri, terpaksa keluar dari status pegawai negeri sipil (PNS) karena menolak dipaksa masuk Golkar.
“Adik saya keluar dari PNS karena tidak mau dipaksa masuk Golkar,” ujarnya.
Gus Mus juga menceritakan bagaimana Kiai Sahal Mahfudh—yang kelak menjadi Rais Aam PBNU—pernah didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah dan diminta menjadi penasihat partai. “Kiai Sahal tidak mau, saya menyaksikan sendiri,” katanya.
Selain itu, Gus Mus menyinggung tragedi yang menimpa warga NU di berbagai daerah pada masa itu, termasuk kasus di Losarang, Indramayu, saat Pemilu 1971. Daerah yang dikenal sebagai basis kuat NU itu disebut mengalami intimidasi dan teror.
Soal Keikhlasan dan Gelar Pahlawan
Menurut Gus Mus, banyak ulama dan tokoh besar NU yang berjasa besar bagi bangsa, namun tidak pernah meminta atau mengusulkan gelar pahlawan.
“Banyak kiai yang dulu berjuang tapi keluarganya tidak ingin mengajukan gelar pahlawan supaya amal kebaikannya tidak berkurang di mata Allah. Mereka menghindari riya’,” jelas mantan Rais Aam PBNU periode 2014–2015 itu.
Ia menilai, gelar pahlawan sejati tidak diukur dari pengakuan negara semata, melainkan dari ketulusan dan pengorbanan tanpa pamrih.
40 Nama Usulan Pahlawan Nasional
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul telah menyerahkan berkas 40 nama tokoh kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon.
Beberapa nama yang diusulkan antara lain Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tokoh buruh Marsinah, serta sejumlah tokoh ulama seperti Syaikhona Muhammad Kholil, KH Bisri Syamsuri, dan KH Muhammad Yusuf Hasyim.
Gus Ipul menjelaskan, proses pengusulan nama-nama tersebut telah melalui pembahasan panjang oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) serta ditandatangani oleh kepala daerah setempat sebelum diteruskan ke Kemensos.
“Ada beberapa nama yang memang kita bahas dan kita putuskan pada tahun ini. Di antaranya Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid, dan Marsinah,” jelas Gus Ipul kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).
Penyerahan berkas itu merupakan tindak lanjut dari serangkaian rapat dan kajian TP2GP atas usulan gelar pahlawan nasional dari berbagai provinsi.
Namun, di tengah proses itu, suara penolakan dari kalangan tokoh masyarakat dan kiai NU seperti Gus Mus menunjukkan bahwa pemberian gelar pahlawan bukan hanya perkara administratif, melainkan juga persoalan moral dan memori sejarah bangsa.
“Jangan sampai bangsa ini kehilangan ingatan terhadap penderitaan masa lalu,” pesan Gus Mus. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.












































