Hitungan Kerusakan Lingkungan Korupsi Timah Diragukan, Bambang Hero: Saya Itu Tahu dari A Sampai Z

2 hours ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Bambang Hero Saharjo merespons usai dia dipolisikan atas perhitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah. Guru besar IPB itu sebelumnya dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dengan sejumlah alasan, termasuk alasan tak kompeten.

Bambang membantah tudingan bahwa dia tak kompeten untuk menghitung jumlah kerugian yang timbul dalam kasus tersebut. "Saya dibilang tidak kompeten itu tidak benar ya, bohong besar itu. Karena kalau saya tidak kompeten, tidak mungkin perhitungan saya itu diterima oleh majelis hakim," katanya kepada Tempo, pada Sabtu, 11 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang Hero menjelaskan, perhitungan kerugian lingkungan itu menggunakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014. Permen itu, kata dia, menyebutkan bahwa yang berhak menghitung berapa jumlah kerugian itu adalah ahli kerusakan lingkungan dan/atau ahli valuasi ekonomi. Poin tersebut tertuang di dalam Pasal 4 ayat (1).

"Jadi, dengan begitu, clear kan?" ujarnya.

Bambang Hero melanjutkan, persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk menghitung kerugian itu terkait area yang rusak. Dia menyebut, area yang diduga rusak itu harus dinyatakan secara saintifik memang rusak. 

Dalam hal itu, Bambang Hero mengambil sampel di kawasan yang diduga rusak. Hasil uji pun mengonfirmasi bahwa areal yang diduga rusak itu memang rusak. 

"Sehingga berdasarkan itu, kami mulai melakukan perhitungan kerugian itu ya sesuai dengan yang ada di dalam Permen LH 7/2014," katanya. 

Bambang menuturkan bahwa dia salah satu orang yang ikut menyusun Permen LH Nomor 7 2014 itu. Dengan demikian, dia mengklaim paham betul isi dari regulasi tersebut.

"Jadi, saya tahu itu dari A sampai Z, kok dibilang tidak kompeten? Itu kan ngawur," ujar Bambang Hero.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan putusan pengadilan telah menyatakan kerugian negara dalam perkara a quo sebesar Rp 300 triliun. Artinya, kata dia, pengadilan juga sependapat dengan jaksa penuntut umum (JPU) bahwa kerugian kerusakan lingkungan tersebut merupakan kerugian keuangan negara. 

"Lalu, apa yang menjadi keraguan kita terhadap pendapat ahli tersebut, sehingga harus dilaporkan?" ujarnya kepada Tempo, pada Jumat, 10 Januari 2025. 

Dia mengingatkan agar semua pihak menaati asas yang berlaku. Pun, kata Harli, Bambang Hero melakukan perhitungan tersebut atas permintaan jaksa penyidik. 

Sebelumnya, DPD Perpat Provinsi Kepulauan Babel melaporkan Bambang Hero Saharjo ke polisi atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan, yang jadi dasar penanganan korupsi timah. Laporan tersebut disampaikan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Babel, pada Rabu, 8 Januari 2024.

Ketua Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma mengatakan, ada beberapa alasan dia membuat laporan polisi. Salah satunya terkait status Bambang Hero yang bukan ahli keuangan negara. Oleh karena itu, metode penghitungan Bambang dianggap tidak jelas dan yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagai saksi ahli sesuai ketentuan.

"Yang bisa menghitung kerugian negara adalah ahli keuangan, bukan Bambang Hero yang cuma ahli lingkungan," ujar Andi Kusuma. "Saat persidangan, bahkan dia berkata, malas menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Padahal sudah disumpah."

Menurut Andi, kejanggalan yang paling terlihat adalah perhitungan kerusakan lingkungan akibat pertambangan di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah seluas 170,3 ribu hektar. Dia mengatakan, yang bekerja di dalam IUP bukankah sudah ada izin, diawasi, hingga membayar jaminan reklamasi yang nilainya tidak sedikit. 

"Kalau seperti ini diterapkan di industri pertambangan seluruh Indonesia terutama batubara dan nikel, semua penambangan baik itu penambangan rakyat atau korporasi bisa kena pidana korupsi lingkungan meski telah bekerja di dalam IUP," tuturnya.

Selain itu, Perpat Bangka Belitung juga mempersoalkan Bambang Hero yang mengambil sampel hanya dari foto satelit melalui aplikasi gratisan. Perpat mempertanyakan akurasi data tersebut. 

"Kami minta buktikan apa dasar audit investigasi, status legal dan aliran dana keuangannya. Berapa banyak pohon dan lahan yang dirusak, di mana lokasi dan siapa pelakunya. Harus jelas disampaikan," ujar dia.

Bila benar kerugian akibat kerusakan lingkungan mencapai Rp 271 triliun, kata Andi, Perpat Bangka Belitung ingin uang itu dikembalikan ke daerah agar bisa dinikmati masyarakat setempat. "Tapi untuk melihat kebenaran harus dibuktikan, dalam hal putusan saja jelas-jelas tidak mencapai Rp 271 triliun," katanya.

Servio Maranda berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |