TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menyampaikan keinginan bergabung dengan BRICS dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia. Dengan pengumuman tersebut, maka proses Indonesia untuk bergabung menjadi anggota BRICS telah dimulai.
Mewakili Presiden RI, Menteri Luar Negeri RI Sugiono sebagai Utusan Khusus menyampaikan pesan Presiden tentang anti-penjajahan dan anti-penindasan. Secara khusus, Menlu Sugiono menekankan solidaritas dan komitmen terhadap perdamaian global dan menggaris-bawahi krisis yang berlangsung di Palestina dan Lebanon.
"Indonesia tidak dapat berdiam diri saat kekejaman terus berlanjut tanpa ada yang bertanggung jawab," kata Sugiono.
Kementerian Luar Negeri RI dalam keterangan tertulis pada Jumat, 25 Oktober 2024, menjelaskan Indonesia menyerukan gencatan senjata dan penegakkan hukum internasional, serta pentingnya dukungan berkelanjutan untuk pemulihan Gaza.
Selanjutnya Menlu mengajukan beberapa langkah konkret untuk memperkuat kerja sama BRICS dan Global South. Pertama, menegakkan hak atas pembangunan berkelanjutan, dimana negara-negara berkembang membutuhkan ruang kebijakan, sementara negara maju harus memenuhi komitmen mereka.
Kedua, mendukung reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif, representatif, dan sesuai dengan realitas saat ini. Institusi internasional harus diperkuat dan memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi mandatnya. Terakhir, menjadi kekuatan untuk persatuan dan solidaritas di antara negara-negara Global South. BRICS dirasa dapat berfungsi sebagai perekat untuk mempererat kerja sama di antara negara-negara berkembang
"Bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, melainkan kita berpartisipasi aktif di semua forum," kata Sugiono.
Iklan
Sugiono juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan ataupun pemajuan sumber daya manusia. Lewat BRICS, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South.
"Kami melihat BRICS dapat menjadi kendaraan yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama Global South," lanjut Menlu Sugiono. "Namun kami juga melanjutkan keterlibatan atau engagement di forum-forum lain, sekaligus terus melanjutkan diskusi dengan negara maju."
Sugiono juga menggunakan kesempatan KTT BRICS di Kazan untuk melakukan berbagai pertemuan bilateral, terutama dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov sebagai tuan rumah, dan negara mitra sahabat lain, yakni Sekjen PLO Palestina, Menlu Cina, India, Thailand, Menteri Ekonomi Malaysia dan Presiden New Development Bank. Selain itu, Sugiono juga melakukan pembicaraan perkenalan via telepon dengan Menlu Singapura dan Kamboja.
BRICS adalah kelompok informal yang awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Kelompok ini pertama kali diinisiasi pada tahun 2006 untuk membahas isu-isu terkini global. Keanggotaannya diperluas pada tahun 2023 dengan bergabungnya Ethiopia, Iran, Mesir, dan Persatuan Emirat Arab.
Pilihan editor: Israel Lakukan Pembantaian di Jabalia Gaza, 150 Warga Palestina Tewas dan Terluka
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini